– Al-Fudhail Ibn Iyadh-
Baru-baru
ini, Dikatakan dalam Bloom’s Taxonomi
bahwa tingkatan-tingkatan dalam menuntut ilmu diawali dengan kemampuan remember atau mengingat. Setelah itu,
adalah kemampuan understand atau
memahami. Setelah benar-benar paham, maka kita harus naik ke tingkat
selanjutnya, yakni apply atau
mengamalkan/mengaplikasikan. Tidak berhenti sampai disini, selanjutnya dituntut
kemampuan analysis atau analisis. Setingkat
diatas itu adalah kemampuan evaluate
atau mengevaluasi ilmu. Yang namanya manusia, mesti saja ada keliru dalam
membentuk sebuah teori atau sains. Maka, kemampuan mengevaluasi di perlukan
disini. Dan, tingkatan tertinggi dari kemampuan menuntut ilmu adalah create atau menemukan ilmu baru.
Bukankah ilmu manusia adalah setetes air berbanding samudera ilmu Tuhanmu? Maka, akan selalu saja hadir
ilmu-ilmu baru atau memperbarui.
Tapi
lagi-lagi mereka terlambat merumuskan teori itu: Bloom’s Taxonomi. Dua belas
abad silam, belia itu,di usianya yang baru 7 tahun telah sempurna memiliki
kemampuan remember yaitu mampu
menghapal al-Qur’an sepenuhnya. Setahun kemudian, Al-Muwattha’ nya Imam Malik
yang berisi 1720 hadist mampu dihapalnya di luar kepala tanpa cacat sedikitpun.
Tentu tidak hanya hapal, iapun understand
atau mengerti penuh kitab itu. Ya, dialah Abu Abdullah Muhammad bin Idris As
Syafi’I atau lebih kita kenal dengan Imam Syafi’i. Remaja Syafi’i, saat berumur
15 tahun telah menguasai kemampuan aplly,analysis,dan evaluate sekaligus ketika
ia mengaplikasikan ilmunya sebagai pemberi fatwa kota mekah pada usianya yang
semuda itu. Dengan kemapuan analisis nya yang tinggi, fatwa-fatwa nya tidak
kalah kualitasnya dengan pendahulu-pendahulunya. Kemampuan evaluate atau mengevaluasi
ilmu ia terapkan saat ia mengkoreksi hadist-hadist yang palsu. Dan, ia telah
sampai pada kemampuan tertingginya,yaitu create. Terlihat dari warisan karya-karyanya.
Diantaranya yaitu Ar Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya,
selain itu juga buku Al Musnad berisi tentang hadist-hadist Rasulullah SAW yang
dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadist.
Masih
tentang Bloom’s Taxonomi. Kini, kita lihat terlalu banyak pelajar atau
mahasiswa sekalipun yang berbangga-bangga bahkan sombong dengan nilai ujian,
IPK, atau apapun namanya. Orientasinya sebatas nilai tinggi lalu lulus terbaik.
Saya yakin bukan kau, tapi tentu ada -bahkan banyak- yang seperti itu. Tidak sepenuhnya
salah memang. Tapi jika kita merujuk pada tingkatan dalam mencari ilmu, nilai
ujian adalah hasil dari soal-soal yang kebanyakan isinya adalah hapalan atau remember. Dan remember adalah tingkatan terendah dalam ilmu pengetahuan. Bahkan, -maaf-
flashdisk 2 GB pun mampu melakukannya
bahkan lebih baik jika hanya copy
dari diktat lalu paste di soal-soal
ujian. Kalau begitu Benarlah apa kata Fudhail Ibn Iyadh diatas. Jika ilmu
hanyalah sebatas ingat dan merekamnya dalam perengkat otak, maka untuk apa? Ia tentu
akan membusuk lama-lama.
Setelah
remember, masih ada 5 tingkatan lagi:
understand, apply, analyse, evaluate, dan create. Jangan puas. Masih jauh, jauh
sekali. Maka sangat mungkin untuk mencapai tingkatan create, akan menghabiskan seluruh waktu kita atau belum sampai
meski waktu kita habis. Terakhir, mari kita meratap padaNya lewat Doa: “Ya Rabb, Bukakanlah pada kami hikmah-Mu,
Limpahkan Khazanah-Mu, Wahai Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang….”
Kamis pagi, penghujung april 2012
Pendaki langit
Pendaki langit
Komentar
tetap semangat tinggi ya untuk jalani hari ini ! ditunggu kunjungannya :D