Langsung ke konten utama

Kerudung Cokelat-mu

gambar dari pixabay.com
Mengingat kembali perjalanan pertemuan kita. Kita belum pernah bercakap. Bersetatap pun belum. Karena kau senantiasa menunduk. Lalu tersenyum. Manis. Manis sekali. Dan aku selalu gugup, selalu saja berkeringat saat kita berpapasan. Ah, gejolak masa muda. Mengalir begitu alami.


Satu lagi yang aku ingat, kerudung cokelatmu. Diantara  kumpulan bunga-bunga itu, kau yang paling mekar. Begitu memesona. Bergamis anggun. Hanya engkau yang bergamis. Berkerudung cokelat. Tahukah kau, Aku yang masih belia kala itu sering melempar senyum untukmu. Tanpa kata. Tanpa ada niat dibaliknya. Aku hanya ingin tersenyum untukmu. Itu saja. Tapi engkau selalu membalasnya dingin. Begitu dingin. Hingga aku tak punya nyali sedikitpun untuk menyapa. Tapi aku tahu, setelah itu engkau sering tertunduk, lalu tersenyum. Manis. Manis sekali. 

Biarlah aku dikata pengecut. Tak berani untuk sekedar menyapa. Terlalu takut untuk bersepapasan. Hingga aku memilih jalan yang berbeda dari yang kau lewati. Tak ada nyali untuk memulai pembicaraan. Biarlah. Biarlah terus seperti ini. Hingga saat ini pun belum terucap satu katapun untukmu. Tak satupun. Tapi entah mengapa aku merasa telah bercakap sepanjang malam denganmu. Ya, kau mengajariku banyak hal dalam “dingin”mu, dalam “pengecut”ku.


Kerudung cokelatmu yang Membersamai masa mudaku. Mengajarkan padaku bagaimana menyikapi sebuah rasa. Lalu memaknainya. Bukan untuk diikuti bagai sungai dan jeram. Mengalir kemana ia melaju. Menabrak batu. Menghujam karang. Tapi dikelola bak bendungan hilir. Mana aliran yang mesti diteruskan dan yang mesti dipendam. Merasakan rasa, lalu memilah-milihnya. Disitu indahnya. Disitu seninya. 


Akhir Agustus, 2012
Syubhan Triyatna



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Industrialisasi Tarbiyah

Awalnya saya hampir frustasi melihat kondisi proses tarbawi di kampus dewasa ini. Halaqoh yang mulai kering. Agenda mabit, tastqif, dauroh yang mulai sepi peserta. Saya punya keyakinan bahwa ini bukan karena ketidakpedulian kader pada agenda tarbawi. Tetapi karena kader tidak mampu untuk mengelola tekanan dari kampus khususnya. Tekanan atmosfer akademik beberapa tahun terakhir semakin tinggi. Sehingga waktu untuk agenda pendukung t arbawi kehilangan alokasinya yang cukup. Efektivitas-Efisiensi Apa yang menyebabkan daging ikan patin dari sungai Mekong Vietnam lebih murah dari Patin Jambal Indonesia? Jawabannya adalah karena Efektivitas-Efisiensi industri patin di vietnam lebih tinggi. Semua rantai produksi dipadatkan di sungai mekong. Dari pabrik pakan, keramba budidaya, sampai pabrik olahan patin semua di satu lokasi tepi sungai mekong. Sehingga biaya produksi bisa ditekan dan produktifitas naik. Hal ini juga yang bisa menjawab kenapa industri rumahan kalah bersaing dengan

Buat Ananda

Dakilah gunung tinggi manapun yang ananda damba: Mahameru, Kalimanjaro, atau Himalaya. Sampai suatu saat, ananda kan temukan puncak tertinggi itu justru saat kening ananda menyentuh tanah tempat kaki ananda berpijak, meski itu tempat paling rendah di muka bumi...

Satu Malam Lebih Dekat (Dengan Al-Qur'an)

ilustrasi:kamifa.gamais.itb.ac.id Ust. Dedi Mulyono, tadi malam sampai berapi-api di Ruang Abu Bakar menyampaikan tentang Ruhiyah. Mari saya ceritakan. Tema mabit tadi malam adalah "Satu Malam Lebih Dekat (Dengan Al-Qur'an)". Diawali dengan tilawah keroyokan hingga pukul 9.00. Awalnya Ust. Dedi memulai kalem, lalu kami dikagetkan dengan pancaran energinya yang ia Obral ke setiap ya ng hadir. Ia awali dengan surah Al Hasyr ayat 19,"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. sehingga Allah membuat mereka lupa terhadap diri sendiri. Merekalah Orang-orang fasik." Inilah urgensi Ruhiah. Jika kita lupa kepada Allah dengan meninggalkan amalan-amalan ruhiyah, hakikatnya kita lupa pada diri sendiri. Melupakan Allah adalah melupakan diri, begitu singkatnya. Karena syaitan selalu ada dalam hati setiap insan, jika ada yang ingat Allah maka si syaitan sembunyi ketakutan. sepertinya pikiran kita tak pernah kosong, jika kita tidak ingat Allah, m