Kalau kita jeli memperhatikan sekeliling kita, kita akan
mendapatkan fenomena unik. Bahwa ada orang-orang yang kehadirannya senantiasa
dinanti dan kepergiannya di tangisi. Ada lagi golongan orang-orang yang
kehadirannya malah dihindari dan kepergiannya justru disyukuri. Pun, ada juga
orang-orang yang kehadiran atau ketiadaanya sama saja: adanya tidak
menggenapkan, perginya tidak mengganjilkan.
Untuk memahami itu semua, saya hendak meminjam istilah yang
dipakai oleh Pak Emha Ainun Najib, seorang budayawan dan sastrawan yang
karya-karyanya bernafaskan begitu islami, padahal beliau hanya sempat kuliah 3 bulan di FE UGM dan selebihnya mengembara ilmu di luar kampus hingga
menjadi “manusia multi fungsi”. Beliau, dalam salah satu tulisannya, membagi
manusia kedalam beberapa golongan dengan menganalogikan hukum-hukum islam:
Manusia wajib, sunah, makruh, mubah, dan manusia haram.
“kasta” tertinggi dari klasifikasi itu tentunya manusia
wajib. Yaitu manusia yang kehadirannya selalu dinanti-nanti serta kepergiannya
senantiasa dirindukan dan dicari. Sebab ia selalu menebar kebaikan dan
kenyamanan kepada orang-orang disekelilingnya. Seperti layaknya minyak wangi atau seperti bunga,
senantiasa menebar keharuman ke sekitarnya. atau seperti lebah yang kerjanya mengumpulkan serbuk bunga atau nektar untuk kemudian mengolahnya jadi madu yang bisa dimanfaatkan bukan hanya untuk dirinya sendiri. Orang seperti ini jika pergi pasti
dicari-cari, sebab ketika ia tidak ada, ada “ruangan kosong” yang
ditinggalkannya yang oleh karena itu ia dirindukan. Contoh yang paling nyata
tentang orang seperti ini bukan batman yang muncul saat Joker melakukan
kriminalitas, bukan pula Power Ranger yang dicari saat muncul monster
mengacaukan kota, dan bukan Doraemon yang sedia dengan kantong ajaibnya saat
Nobita dijahili suneo dan Giant(baca:Jayen). Tapi teladan ternyata dari manusia
bertipe wajib ini adalah Rasullallah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Simaklah penuturan
Sa’d Ibn Muadz berikut ini,”Tidak ada hari yang lebih indah selain ketika
kedatangan Rasulallah ke madinah, dan tidak ada hari yang paling muram selain
ketika Rasulallah meninggalkan dunia ini”. Allahumma Shalli ‘ala muhammad. Dan masih
banyak contoh-contoh dari manusia wajib ini, sebut saja KH Rahmat Abdullah,
yang ketika ia wafat ditangisi ribuan orang bersama deras hujan yang turun
waktu itu. Tentu mereka beramal bukan untuk agar ditangisi ketika mereka tiada,
karena hanya keikhlasanlah yang membuat orang merasa kehilangan saat kita
pergi. Ini yang sulit difahami.
Ada pula manusia yang kehadirannya bermanfaat tapi ketika ia
pergi tidak ada yang merasa kehilangan. Merekalah yang disebut manusia sunnah. Adanya
menggenapkan, namun perginya tidak mengganjilkan. Mungkin itu karena manusia
jenis ini kurang tulus dalam beramal sehingga tidak bisa menembus ke hati
orang-orang sekitarnya. Karena hanya hatilah yang bisa menyentuh hati, begitu
kalau kata AA Gym. Mungkin sebab itulah mereka tidak dirindukan ketika mereka
pergi.
Yang ketiga adalah manusia mubah: hadirnya tidak
menggenapkan, perginyapun tidak mengganjilkan. Tipe manusia macam ini biasanya “self
oriented. “Toh saya tidak merugikan mereka”, itu yang biasa mereka katakan. Prinsip
mereka adalah yang penting tidak ada yang dirugikan. Orang seperti ini biasanya
penyendiri dan cenderung tertutup. Kalau di kampus, mahasiswa mubah seperti ini
ada dan tiadanyapun sama saja, kegiatannya hanya bangun, mandi, makan, ke kelas,
duduk sambil ngantuk dengerin dosen, pulang ke kosan dan tidur lagi. Begitu seterusnya.
Tapi manusia macam ini masih lebih mending dari dua tipe manusia yang akan saya
sebutkan sebentar lagi.
Ada juga tipe manusia makruh. Saat ada memang tidak ada yang
dizhalimi, tapi saat pergi malah disyukuri. Mereka itulah manusia tipe benalu,
orang yang bersandar dan menjadi beban bagi orang lain. Mereka sama sekali
tidak mandiri, sangat bergantung pada orang lain. Tidak mau bekerja keras untuk
mencukupi, minimal kebutuhan primer, untuk dirinya sendiri. Mereka juga sebenarnya adalah beban bagi bumi ini, sebab mereka menghabiskan sumber daya
(nasi, air dll) tapi sama sekali tidak berkontribusi. Maka ketika mereka pergi
justru disyukuri, karena berkuranglah beban yang ditanggung oleh orang yang
menanggungnya dan tentu oleh planet Bumi ini.
Tipe manusia yang paling berbahaya adalah manusia haram. Yang
kehadirannya menzhalimi, kepergiannya tidak akan pernah dicari, malah mesti
disyukuri. Contoh yang paling ekstrim adalah diktator-diktator itu: Firaun, Hitler,
musolini, Stalin, dan yang sejenis. Ketika mereka masih hidup. Dengan enteng
mereka membantai ribuan manusia. Maka, ketika mereka mati, tidak ada alasan
untuk tidak mensyukurinya. Contoh kecil, misalnya orang-orang yang hobinya
usil, saat mereka hadir pasti banyak orang yang terganggu. saat mereka tidak
ada, orang menjadi tenang. Atau preman-preman di gang-gang itu, atau
koruptor-koruptor itu dan masih banyak lagi. Atau jangan-jangan kita termasuk
didalamnya. Na’udzubillah...
Mari kita berusaha sepenuh jeri payah kita untuk menjadi
manusia wajib, yang kehadirannya menggenapkan dan kepergiannya mengganjilkan. Tapi
tentu bukan agar kita dianggap baik dan dirindukan dikalangan manusia. karena itu hanya indikator bukan tujuan. Tapi mari
berusaha bersama untuk senantiasa ikhlas hanya mengharap pertemuan dengan-Nya. Sebab
hanya ketulusan dan keikhlasanlah yang bisa menjadikan manusia wajib.
Dan kita mesti khawatir, jangan-jangan kita ini manusia
mubah atau makruh atau bahkan manusia haram yang ketiadaanya justru di syukuri.
Na’udzubillah...
sambil menunggu reda hujan
Syubhan Triyatna
Syubhan Triyatna
Komentar