Pada satu-dua daun yang jatuh di pekarangan rumahmu, aku cemburu. Sebab ia jatuh tanpa kebencian. Ia tak pernah mendendam pada hal yang membuatnya jatuh: angin. Sebab ia jatuh setelah tuntas semua tugasnya: menjadi penerima cahaya untuk bekal pohon tumbuh dewasa. Sebab ia jatuh tanpa sekalipun keluh pada Tuhannya. Ia jatuh dengan cinta. Itu yang tak mampu kutiru...
Pada padi yang perlahan menguning, aku cemburu. Sebab dibanding aku, ia lebih mudah merunduk kala berisi. Tidak pernah sedikitpun ingin menegak menyombongkan diri. Merendah, katanya, bukan lagi payah tapi bentuk syukur atas anugrah. Dalam hening kala sepi, ia merendahkan hati...
Pada gerimis yang mulai menderas, aku cemburu. sebab ia selalu saja mampu tuntaskan dahaga tanah ini. Selalu saja mampu hijaukan (lagi) lembah ini. Turun bersama kenangan yang sudah sejak lama terevaporasi.
Pada mereka itulah, aku cemburu. Aku takut, dibanding aku, Tuhanku lebih mencintai mereka......
Komentar
tiadakah istilah pekarangan rumah "ku"? rumah "nya" atau rumah "Nya" atau juga rumah "Mu"?
ya, jawabannya akan sepenuhnya subyektif...
terlepas dari itu semua, terimakasih atas pertanyaannya...