Langsung ke konten utama

Mata Air Kepemimpinan


“Kedudukan pemimpin dalam dakwah”, kata Hasan Al Banna, “adalah sebagai ayah dalam kaitan ikatan hati, sebagai guru dalam kaitan mengajarkan ilmu yang bermanfaat, sebagai syaikh dalam kaitan pendidikan ruhani, dan sebagai pemimpin dalam mengendalikan kebijakan umum.”
        Seingat saya,  saat saya LDKO (latihan dasar kepemimpinan OSIS) dulu dan masih berseragam putih abu dijelaskan oleh seorang kakak kelas bahwa pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain untuk bergerak mencapai tujuan bersama. Intinya, pemimpin adalah pengaruh. Tidak ada kepemimpinan tanpa adanya pengaruh. Saat ini, saya baru sadar bahwa ada kesalahan dalam definisi itu. Tepatnya dalam kata pengaruh. Disitu tidak disebutkan pengaruh itu arahnya kemana: Langit atau jurang. Itulah ilmu barat. Selalu munculkan syubhat. Maka lahirlah kepemimpinan ala Hitler yang bantai jutaan jiwa, Muncullah Stalin yang sengsarakan rakyatnya sendiri dengan konsep yang di bawanya: komunisme.

Pemimpin, kalau kata Anis Matta, adalah orang yang didalamnya berkumpul semua kebaikan dalam masayarakat sekitarnya. Mungkin ada dalam masyarakat orang yang dermawan, atau yang kuat fisiknya, atau yang cerdas fikirnya, atau yang santun sikapnya, dan jika semua karakteristik itu berkumpul pada satu orang, jadilah dia pemimpin. Begitu idealnya. Seperti Muhammad  Shalallahu ‘alaihi Wassallam yang berasal dari kabilah termulia di Quraisy, paling terpuji akhlaknya, paling brilian pemikirannya, dan paling jujur katanya. Maka sudah sepantasnyalah ia jadi pemimpin seantero bumi.
Tapi, Sebelum kepemimpinan itu lahir, yang pertama terjadi adalah kelemahan, penderitaan yang pahit, dan keterpurukan di tubuh umat yang membuat jiwa-jiwa yang bersih itu demikian resah hingga, kalau kata Hasan Al Banna, memeras habis air mata kami, dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami. Begitulah mulanya. Lalu setelah itu barulah muncul kepemimpinan. Pemimpin yang terbangun dalam keadaan gelap gulita untuk mencoba nyalakan cahaya meski hanya dengan sebatang lilin. Dan jika kepemimpinan itu disambut, lalu buih-buih berserak itu bersatu, maka jadilah ia gelombang yang siap meluluh lantahkan apapun yang ada di hadapnya. Terjadilah pertarungan di samudera kehidupan. Dan jika ada Iman bagai gunung kokoh menjulang di hati-hati mereka, yakinlah kemenangan adalah niscaya.
Dalam Al-Qiyadah wal Jundiyah, Syaikh Musthafa Masyur menjelaskan secara runut dan rinci tentang konsep kepemimpinan. Dari penjelasannya yang panjang itu, sebenarnya bisa dirangkum jadi satu kata, yaitu: Muhammad. selain mengambil dari mata air kepemimpinan, yaitu Rasullallah Shalallahu ‘alaihi Wassallam, Syaikh Musthafa Masyur juga mengambil contoh dari pembaharu itu: Imam Hasan Al Banna. Terlihat dari seringnnya beliau menguti kata-kata Imam itu. Seperti kata-kata yang dalam ini: ”Hanya di awal perjalanan, kau sempat memuji pemimpin, tetapi jika telah sampai di engah perjalanan yang penuh resiko mengerikan, tidak ada bekal dan persiapan umat ini kecuali jiwa yang beriman, tekad yang kuat dan benar, yang rela berkorban dan tampil ke gelanggang dalam keadaan apapun. Jika tidak ada kader seperti itu, maka kekalahan dan kegagalan telah menghadangnya”.
Maka, Kepemimpinan adalah air. Dimana ada hulu dan hilir. Ada mata air dan muara. Ada sungai, ada pula selokan. Dan mudah ditebak, kepemimpinan terbaik yang pernah ada tentu diambil dari mata airnya: Rasullallah Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Selanjutnya setelah itu adalah yang mengalir di sungai yaitu kepemimpinan para Salafush Shalih, hingga akhirnya kepemimpinan terburuk adalah saat ini, seperti air yang mengalir di selokan. Yaitu, pemimpin yang memimpin demi perut besarnya saja.
Ilmu saya terlalu dangkal untuk menjelaskan semua konsep dan karakteristik kepemimpinan. Saya hanya ingin sampaikan satu kaidah , bahwa konsep kepemimpinan harus diambil dari mata airnya: Rasullallah SAW. Bukan dari yang lain. Bukan dari buku-buku manajemen barat itu. Bukan dari biografi-biografi pemimpin dunia itu. Jadi, jika suatu ketika kita hendak dibebani amanah memimpin, mari kita berlama-lama dahulu menyerap Sirah Nabawiyahnya, menelusuri biografinya, Hadist-hadistnya, sampai kita terbuai terlena. Lalu kita tergoda untuk menerapkannya dalam konsep kepemimpinan kita.


Al Hurriyyah, 30 November 2012
Yang bahkan masih berpayah-payah memimpin dirinya,
Syubhan Triyatna

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang-Orang Romantis

ilustrasi:fiksi.kompasiana.com Aku selalu kagum pada mereka: orang-orang romantis. Mereka selalu bekerja dengan sepenuh cinta. Dengan segenap kesadaran. Boleh jadi mereka berpeluh, tapi pantang mengeluh. Memang mereka lelah, tapi tak kenal patah. Dan sesekali mereka berhenti, untuk sekedar menyeka keringat. Untuk sekedar menutup luka. lalu dengan nanar mereka menengadah menatap langit. seketika itu mereka teringat akan tujuan mereka, Cita-cita dan mimpi-mimpi mereka. saat itulah kerinduan mereka mendayu-dayu. menyala-nyala. Tapi mereka tidak terbuai, setelah itu mereka segera menggulung kembali lengan bajunya untuk meneruskan langkah yang sempat tertunda..... Senja, 17 Januari 2012     Pendaki Langit

Surat Untukmu, Bidadariku...

Dari Syubhan Triyatna, dengan sepenuh rindu, untukmu, seseorang yang telah Allah tuliskan dalam takdirNya.... Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Jangan kau tanya kenapa aku tulis surat ini yang bahkan aku sendiri bingung kemana harus mengalamatkannya. Surat ini kutujukan untukmu, yang aku sendiri belum tahu namamu, Tapi Ia tahu. Aku tak tahu apakah kau juga gelisah sama sepertiku, mengarungi detik demi detik masa muda itu ternyata tak semudah melewati jalan tol. Ia lebih mirip seperti mengarungi samudera. Gelombang maksiat menghantam dari segala sisi, kapalku pun sering oleng. Kemudian aku hanya ingin mencari dermaga, aku hanya ingin berlabuh. Lepas dari gelombang maksiat yang siap karamkan kapalku. Aku hanya ingin berlabuh sebelum aku tenggelam, dan dermaga itu adalah kamu, bidadariku....

Cara Kita Membaca BBM

"Semoga saja kemampuan kita membaca realita adalah tidak lebih rendah dari kemampuan kita membaca berita atau buku cerita..." Semenjak mendengar kabar tadi malam tentang harga BBM yang jadi naik. Seperti yang diberitakan Republika (17/6), Paripurna DPR sahkan RUU APBN Perubahan Lewat Voting. Artinya BBM sudah dipastikan naik. Saya jadi tak berselera lagi -yang memang sebelumnya juga sudah tidak ada- untuk membaca slide-slide dan diktat kuliah itu. Padahal pekan ini adalah pekan ujian, yang katanya berpengaruh hidup-mati bagi mahasiswa. Diktat-diktat itu berisi teori-teori yang tidak terlalu jelas kemana muaranya. Tidak terlalu jelas bagaimana penerapannya. Hanya sebagai syarat mendapat huruf-huruf mutu itu yang katanya akan berguna saat kita mencari kerja. Ia aja deh .