Langsung ke konten utama

Seniman Dakwah

“ada orang-orang yang bergerak tanpa ruh. Sama banyaknya dengan ruh-ruh yang tidak bergerak”
          Berawal dari pertanyaan yang tiba-tiba hadir  dalam  acara  renungan, brain storming, muhasabah atau apapun namanya. Biasanya dalam acara-acara itu digunakan backsound –untuk mendramatisir acara- yang biasanya dari instrumen-instrumen berjudul Koi, Silk Road, Sozo, atau matsuri. Instrumen-instrumen itu malah kadang lebih menyentuh dari pada renungannya. Sebenarnya siapa seniman yang bisa membuat musik begitu menyentuh itu? Inilah yang coba saya telusuri. Dan didapatlah nama seorang seniman Jepang nyentrik berambut panjang: Kitaro.

        Mungkin hadir juga tanda tanya mengapa instrumen-instrumennya begitu meresap sampai hati yang mendengarnya . sebelum melangkah lebih jauh, Ada baiknya kita simak terlebih dahulu bagaimana jeniusnya seniman ini dalam membentuk instrumen yang begitu menyentuh.



        Terlepas dari motif atau agama si seniman. Seniman ini mengajarkan kita banyak hal yang jika kita terapkan di jalan dakwah, akan menjadi sesuatu yang indah. Dan sungguh, dibanding mereka, kitalah sebenarnya yang lebih berhak akan nilai-nilai itu. “Hikmah” kata Rasullallah,”adalah milik umat muslim yang hilang”.”maka”, lanjutnya,”dimanapun kau temukan itu, kau lebih berhak terhadapnya”. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, mari kita pungut satu-satu hikmah yang hilang itu.

        Salah satu hal Yang membuat  musiknya begitu bergetar meski tanpa kata-kata, begitu ber”Ruh” adalah karena Kitaro begitu menikmati musiknya sendiri. Musik itu seperti mengalir di aliran darahnya. Senada dengan hembusan nafasnya. Ia begitu khusyu dalam konsernya, sampai terbawa oleh alunan simfoninya. Ia seperti kerasukan musiknya sendiri. Dengan bahasa yang lebih sederhana: Ia menyatu dengan musiknya sendiri.

       Jika dalam bermain musik saja mesti sebegitu menjiwainya. Maka dalam dakwah mestilebih dari itu. Jika yang tak beriman saja sebegitu khusyu nya, maka yang  melaksanakan sholat setidaknya 5 kali sehari mestinya bisa lebih khusyu dari itu. “Dakwah adalah cinta”, kata Ust Rahmat Abdullah, “dan ia akan mengambil semuanya darimu. Hidupmu, sumsum tulang mu, bahkan dalam mimpi  tidurmu, isinya  adalah dakwah”.  Itulah yang kita sebut seniman dakwah, yaitu orang yang berdakwah dengan sepenuh jiwanya, sepenuh konsentrasinya, sepenuh ruhnya. Begitu khusyunya, sama khusyuknya seperti ketika ia shalat. Para seniman dakwah tersenyum dengan sepenuh jiwanya, bukan hanya bibirnya. Berkata dengansepenuh ruhnya, bukan sekedar lisannya. Ia Begitu menikmati aktivitasnya. Bukan orang yang angin-anginan dengan tatap mata yang seolah tanpa nyala kehidupan. 

        Hal lain yang kita lihat dalam konser-konser Kitaro adalah ia tidak sendiri. Ia berkelompok. Berjamaah. Ia biasa konser keliling negara bahkan benua. Dan disetiap negara yang dikunjunginya, ia selalu merekkrut orang-orang baru untuk ikut bermain di konsernya yang tentu sebelumnya belum pernah bertemu. Ia juga biasa menggunakan alat musik daerah tempatnya konser yang bisa jadi baru pertama kalinya ia lihat. Lalu, dengan orang-orang baru dengan karekter yang berbeda-beda, juga dengan alat musik yang baru ia kenal dan memiliki karakteristik yang baru ia lihat. Dari itu semua ia mampu membuat alunan melodi yang begitu lembut merasuk pada orang yang mendengarnya. Sesungguhnya, inilah inti dari keahliannya: menyatukan manusia bersama alat musiknya menjadi simfoni yang tiada duanya.

         Nampaknya ini semua tidak jauh berbeda jika diterapkan di kancah dakwah. Para seniman dakwah tahu bagaimana ia menyatukan manusia dengan berbagai karakter, dengan berbagai “alat musiknya". Mereka disatukan lewat hati-hati mereka oleh sang seniman dakwah. Orang-orang itu, dengan segala potensinya diberdayakan untuk membentuk suatu “konser peradaban”. Tapi, tidak semua dari mereka harus menabuh bedug, atau memaninkan orkes, atau menggesek biola. Disinilah letak rumitnya. Diantara meraka ada yang hanya membunyikan sekali suara “ting”  sepanjang konser. Begitulah dakwah, tidak semua orang memperoleh amanah yang sama beratnya. Tapi semua sejatinya memiliki peran yang sama pentingnya untuk membentuk orkestra peradaban . Tapi itulah yang membuat konsernya jadi indah: kedetailan. Setiap suara, nada, not sekecil apapun sangat berpengaruh dalam membentuk simfoni. Semua detail, sampai pemilihan kata-kata yang tepat pada saat yang sama tepatnya. Tersenyum pada detik yang tepat dengan lebar yang simetris. Memberi pesan yang senada dengan keadaan objek dakwahnya.

          Inilah tugas dari para seniman dakwah: memimpin sebuah orkestra peradaban, sehingga setiap “alat musik” mampu dimainkan dengan ketukan yang tepat, pada saat yang tepat, dan ritme yang sesuai. Tugas seperti ini memerlukan jiwa seorang seniman sejati, bukan sekedar  seorang analis, ilmuan atau ahli strategi. Maka kita mesti jujur kali ini, bahwa kita membutuhkan seniman dakwah, sama membutuhkannya kita dengan para ilmuan, ahli strategi, atau para analis dakwah. Wallahu’alam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Industrialisasi Tarbiyah

Awalnya saya hampir frustasi melihat kondisi proses tarbawi di kampus dewasa ini. Halaqoh yang mulai kering. Agenda mabit, tastqif, dauroh yang mulai sepi peserta. Saya punya keyakinan bahwa ini bukan karena ketidakpedulian kader pada agenda tarbawi. Tetapi karena kader tidak mampu untuk mengelola tekanan dari kampus khususnya. Tekanan atmosfer akademik beberapa tahun terakhir semakin tinggi. Sehingga waktu untuk agenda pendukung t arbawi kehilangan alokasinya yang cukup. Efektivitas-Efisiensi Apa yang menyebabkan daging ikan patin dari sungai Mekong Vietnam lebih murah dari Patin Jambal Indonesia? Jawabannya adalah karena Efektivitas-Efisiensi industri patin di vietnam lebih tinggi. Semua rantai produksi dipadatkan di sungai mekong. Dari pabrik pakan, keramba budidaya, sampai pabrik olahan patin semua di satu lokasi tepi sungai mekong. Sehingga biaya produksi bisa ditekan dan produktifitas naik. Hal ini juga yang bisa menjawab kenapa industri rumahan kalah bersaing dengan

Buat Ananda

Dakilah gunung tinggi manapun yang ananda damba: Mahameru, Kalimanjaro, atau Himalaya. Sampai suatu saat, ananda kan temukan puncak tertinggi itu justru saat kening ananda menyentuh tanah tempat kaki ananda berpijak, meski itu tempat paling rendah di muka bumi...

Satu Malam Lebih Dekat (Dengan Al-Qur'an)

ilustrasi:kamifa.gamais.itb.ac.id Ust. Dedi Mulyono, tadi malam sampai berapi-api di Ruang Abu Bakar menyampaikan tentang Ruhiyah. Mari saya ceritakan. Tema mabit tadi malam adalah "Satu Malam Lebih Dekat (Dengan Al-Qur'an)". Diawali dengan tilawah keroyokan hingga pukul 9.00. Awalnya Ust. Dedi memulai kalem, lalu kami dikagetkan dengan pancaran energinya yang ia Obral ke setiap ya ng hadir. Ia awali dengan surah Al Hasyr ayat 19,"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. sehingga Allah membuat mereka lupa terhadap diri sendiri. Merekalah Orang-orang fasik." Inilah urgensi Ruhiah. Jika kita lupa kepada Allah dengan meninggalkan amalan-amalan ruhiyah, hakikatnya kita lupa pada diri sendiri. Melupakan Allah adalah melupakan diri, begitu singkatnya. Karena syaitan selalu ada dalam hati setiap insan, jika ada yang ingat Allah maka si syaitan sembunyi ketakutan. sepertinya pikiran kita tak pernah kosong, jika kita tidak ingat Allah, m