Untuk Ibu Menteri Kesehatan, Ibu Dr. Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H., Kami ucapkan terimakasih banyak, sebanyak(maaf) kondom yang Ibu bagi-bagi...
Terimakasih, Bu menkes. Terimakasih karena telah ajarkan pada kami bahwa anak gadis boleh dinodai, asalkan pakai cara yang “hati-hati”...
Terimakasih, Bu Menkes. Terimakasih sebab telah beritahu kami, termasuk anak remaja kami, cara dapatkan alat kontrasepsi tanpa harus susah-susah membeli...
Terimakasih, Bu Menkes. Sekali lagi terimakasih atas kontribusi dan kerja kerasnya dalam meningkatkan angka prostitusi dalam negeri....
Saya sebenarnya agak risih menyebut kata
(maaf) “kondom”. Tapi akhir-akhir ini Bu menteri malah mempopulerkannya. Kata
Bu Menteri, Kondom bisa mengurangi penularan penyakit HIV. Tidakkah Ibu sadar,
bahwa itu justru akan menambah perluasan penyakit lain yang lebih banyak?!
Salah satunya adalah penyakit moral!
Saya lihat Ibu sudah memiliki gelar doktor. Pasti juga Ibu saat kuliah sangat
rajin hingga bisa jadi seorang menteri. Sedangkan saya, S1 pun ngaret dengan
penyakit sering ngantuk saat di ruang kuliah. Saya hanya pernah di ajari dosen
tentang metode ilmiah. Bukankah Ibu juga pernah belajar itu? Bahwa salah satu
metode ilmiah dalam memecahkan masalah adalah dengan melihat permasalahan
tersebut secara komperhensif, Integral, dan objektif baru kemudian mencari
solusi yang mendekati tepat. Mencari limit x mendekati sesuatu. Karena memang
kebenaran mutlak hanya milik Allah. Kita hanya berusaha mendekati kebenaran
itu.
HIV, Kata Bu Menkes adalah sebuah permasalahan serius. Padahal HIV adalah efek, bukan masalah utama. Baiklah, anggap lah HIV adalah masalah. Lalu, hal pertama yang mesti dilakukan bukankah melihat masalah itu dari berbagai sudut pandang secara komperhensif?! Bukan hanya dari sudut pandang kesehatan, tapi juga harus dari sudut pandang yang lain, misal sosial. Baru setelah itu di tawarkan solusi.
Yang aneh, Bu Menkes malah menawarkan solusi bagi-bagi kondom. Barangkali kalau dilihat dari aspek kesehatan mungkin (sekali lagi mungkin) baik. Tapi jika dipandang dari segi sosial, hal ini sama sekali berbahaya. Bukan kondomnya yang berbahaya. Kondom sama sekali tidak membahayakan. Tapi yang berbahaya adalah persepsi yang dibawa kondom tersebut. Kegiatan bagi-bagi kondom ditambah peringatan pekan kondom nasional justru terkesan membolehkan dan melegalkan perzinahan. “Seks bebas boleh-boleh saja, yang penting aman”, begitulah kira-kira pesan yang disampaikan dalam kampanye bagi-bagi kondom. Hal ini malah akan meningkatkan angka prostitusi di semua kalangan sampai remaja. Yang pada gilirannya akan meningkatkan peluang tertular penyakit HIV dan penyakit-penyakit moral rendah lainnya.
Baiklah, kalaupun kita hanya melihat dari sudut pandang kesehatan
(Aspek lainnya dianggap cateris paribus). Apakah benar kondom bisa mencegah
penularan virus HIV. Bu menkes tahu kan berapa ukuran virus HIV? Benar, 1/250 mikron. Lalu berapa ukuran
pori-pori kondom? Ya, 1/60 mikron. Artinya ukuran pori-pori kondom jauh lebih
besar dari ukuran virus. Dengan kata lain virus sebenarnya sangat leluasa
menular meski memakai kondom. Saya yakin Bu Menkes jauh lebih faham tentang hal
ini. lalu pertanyaannya, mengapa ibu tetap mengkampanyekan bagi-bagi kondom?
Baik, saya ingin bertanya, apakah Bu menkes Punya anak perempuan? Atau saudara perempuan? Bagaimana kalau anak Ibu yang dinodai? lalu orang yang menodainya hanya menjawab santai saat di tanya mengapa, “Tenang bu, saya pakai kondom kok, jadi aman...”.
Komentar
Dan bagi yang kurang/tidak setuju dengan kebijakan ini bisa email keberatan ke alamat ini:
kontak@kemkes.go.id