“Visi Ramadhan:...La’allakum tattaquun, agar kamu bertakwa. Dan Takwa adalah kata lain dari merdeka".
Ramadhan
adalah medan perang untuk meraih sebuah kemerdekaan hakiki. Ramadhan adalah
sebuah padang dimana kita bertempur begitu sengit dengan diri kita sendiri.
Adalah sebuah laga dimana kita bertempur habis-habisan. Mempertaruhkan apa-apa
yang kita punya. Berat memang. Tapi ini demi satu tujuan: Merdeka. Merdeka atas
akal dan pemikiran kita. Merdeka atas hati dan perasaan kita. Dan merdeka atas
raga dan sikap kita.
Sebagian orang
mengatakan bahwa merdeka adalah kebebasan. Dimana setiap orang bebas melakukan
apa saja menurut kehendaknya pribadi. Bebas
memikirkan apa saja. Bebas mengikuti faham apa saja sekehendaknya. Bebas
merasakan kesenangan apa saja yang diinginkannya. Maka lahirlah budaya
hedonisme, permisivisme dan isme-isme yang lainnya. Padahal sebenarnya itu
semua adalah sebuah kolonialisme. Penjajahan nafsu atas diri kita sendiri. Kita
jadi budak dan nafsulah rajanya. Sebenarnya kita jadi tidak bebas. Kita
terkungkung bagai babu yang disuruh-suruh oleh majikan kita. Majikan kita bisa
jadi nafsu yang menguasai perasaan kita, atau berbagai pemikiran menyimpang
yang menguasai jalan pikiran kita.
Padahal
merdeka dalam prespektif Islam sebagai mana yang disampaikan oleh Sayyid Qutbh
saat menafsirkan ayat tentang puasa pada Surah Al Baqarah ayat 183 bahwa merdeka
adalah bebas dari penghambaan pada sesama manusia menuju penghambaan pada Allah
semata. Merdeka adalah saat kita bisa memilih jalan yang terbaik bagi kita.
Merdeka adalah saat kita mendahulukan keinginan Allah atas keinginan kita
sendiri. Memilih jalan yang di pilihkan Allah dibanding jalan menurut hajat
kita pribadi. Memilih syariat dari maksiat. Memilih ideologi islam dari
isme-isme buatan manusia yang lain. Merdeka adalah ketika kita memilih Al
Qur’an dari teori-teori manusia yang lain. Adalah saat sikap kita adalah sikap
sebagaimana yang diajarkan al Qur’an . Kita merasa sebagaimana yang diinginkan
Al Qur’an, Kita Bertindak sebagaimana yang dipedomankan oleh Al Qur’an. Itulah
pribadi-pribadi merdeka. Dan ada sebuah mekanime singkat dari langit untuk
membentuk pribadi-pribadi merdeka tersebut dalam sebuah pelatihan bernama
Ramadhan.
Merdeka
secara Akal dan Pemikiran
Ramadhan
sebagaimana kita tahu adalah bulan dimana didalamnya Al Qur’an ini diturunkan.
Maka disebutlah bulan ini dengan yaumul Qur’an, Bulannya Al Qur’an. Silahkan cari
bulan-bulan lain yang didalamnya orang-orang begitu ringan menyelesaikan
tilawah 1, 2, 3, bahkan lebih khatam dalam sebulan. Tiba-tiba saja kau lihat di
setiap tempat orang-orang jadi gemar membaca kitab ini.
Yang jadi
pertanyaan selanjutnya adalah mengapa pada Bulan ini dianjurkan –sebenarnya pada
bulan-bulan lain juga demikian- membaca al Qur’an lebih masif. Salah satu
alasannya adalah agar akal dan pemikiran kita merdeka dalam artian bebas dari
kolonialisme pemikiran-pemikiran busuk yang sudah terlanjur masuk ke dalam akal
kita. Selama sebelas bulan kita tidak bisa lepas dari informasi yang hilir
mudik terlalu banyak menjejal. Sebelas bulan kita banyak membaca –selain Al Qur’an- dari surat kabar, buku-buku hiburan hingga
buku-buku sampah. Oleh karena itulah, tanpa disadari masuk berbagai pemahaman
yang jika filter di otak kita tidak berfungsi akan asuk berjubel pemikiran baik
yang baik atau yang bejat. Maka Otak kita jadi seperti gudang atau bahkan
tempat sampah yang didalamnya berkumpul berbagai pemikiran yang berasal dari
yang kita baca, dengar, lihat di sebelas bulan sebelumnya.
Itulah mengapa
kita dianjurkan banyak-banyak membaca Al Qur’an. Agar ada jeda dalam hidup kita
untuk membersihkan gudang otak kita. Sebab Al Qur’an adalah mata air. Lalu buku-buku
yang ditulis dengan dasar Al Qur’an adalah aliran sungai yang jernih sebab
berasal dari mata air yang juga jernih. Dan buku-buku yang sama sekali
bertentangan dengan nilai-nilai Al Qur’an adalah buku-buku selokan yang airnya
telah membusuk. Dengan Al Qur’an ini yang kita baca dan renungkan akan menjadi
bsuhan mata air yang menyegarkan
sekaligus membersihkan akal dan pemikiran kita dari noda-noda faham yang
menyyimpang. Jadilah ia merdeka.
Merdeka secara hati dan perasaan
Tidak pernah
sekalipun air melawan fitrah, ia selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah, semakin
kuat jika dibendung,. Api pun demikian, lidah api selalu mengarah ke atas.
Begitu pula dengan ruh kita. Ruh kita sejatinya adalah melambung ke langit
tinggi. namun gravitasi “tanah dunia”
lah yang membuatnya enggan terbang.
Tapi berbeda
halnya yang terjadi di bulan Ramadhan. Jika di waktu lain biasanya kita lebih
tertarik oleh gravitasi tanah, di bulan ini ruh kita terasa semakin ringan
hingga bisa melayang-layang di langit Ruhani. Kita jadi begitu mudah
melaksanakan ibadah di malam hari, berdiri lama-lama menyelesaikan sebelas atau
dua puluh tiga rakaat. Di siang harinya kita menahan segala jenis yang
membatalkan puasa. Begitulah metode Langit untuk mengkondisikan hati dan
perasaan kita.
Sebagaimana ruh
kita ringan, begitu pulalah hati kita. Perasaan kita terasa lapang disebabkan
perasaan dekat dengan Allah akibat pendekatan yang intens lewat ibadah-ibadah
siang malam di bulan Ramadhan. Jadilah hati kita bebas merdeka dari
perasaan-perasaan busuk semisal dengki, iri, hasad, dendam dan kawan-kawannya.
Hati kita jadi merdeka, terasa lapang dan ringan melayang.
Merdeka secara sikap dan perbuatan
Siapa yang
tahu kita sedang berpuasa? Bisa saja kita makan minum di siang harinya dalam
kamar yang terkunci dari dalam. Lalu kemudian keluar rumah setelah mengelap
bibir sampai kering benar sambil berjalan agak membungkuk lemas, pastilah
setiap orang percaya kita sedang puasa. Apalagi kalau ditambah kita ikut makan
Ta’jil di masjid. Lengkaplah sudah sandiwara kita. Tidak seperti Sholat yang
bisa dilihat oleh orang lain. Puasa ini berbeda, hanya kita dan Allah lah yang
tahu. Kondisi semacam ini mengkondisikan kita dalam kejujuran
Kejujuran
adalah akar dari berbagai sikap kebajikan lainnya. Ketika kita jujur berarti
apa yang kita fikirkan, rasakan, dan lakukan berada dalam satu garis lurus.
Maka ketika itu perbuatan dan sikap kita selamanya jujur dan alami. Tidak dibuat-buat
apalagi menipu. Kita bersikap bebas dari motif busuk dibaliknya atau berbagai
kepentingan. Lihatlah bagaimana mereka yang tidak jujur, apa yang mereka
katakan kadang manis, tapi busuk di hati dan buruk dalam bersikap. Dan Ramadhan
ini mengajarkan kita untuk merdeka dari sikap busuk melalui pendidikan
kejujuran yang tiada duanya.
Visi Puasa, sebagaimana
dikatakan dalam Surat Al Baqarah ayat 183, adalah agar kita jadi orang-orang
yang bertakwa. Dan Takwa adalah kata lain dari merdeka. Merdeka secara Akal dan
pemikiran., secara hati dan perasaan, dan merdeka secara sikap dan perbuatan.
gambar dari sini
Komentar