Langsung ke konten utama

FLP, Mengapa Mesti?

Jika ditanya, mengapa saya ingin bergabung di FLP? Biasanya saya akan terdiam. Karena memang tidak ada alasan yang jelas mengapa saya masuk FLP. Yang ada hanya seberkas dorongan alami yang tiba-tiba hadir saat saya membaca pengumuman penerimaan anggota baru FLP di Facebook. Saat itu juga saya segera mengisi formulir online nya tanpa piker panjang. Mungkin sebenarnya ada alasan, tapi saya kesulitan mengungkapkannya. Atau, mungkin ada, tapi terlalu rumit untuk dituliskan. Yang pasti, semoga Allah memberkahi sejumput niat saya ini.


Alasan saya bergabung di FLP adalah si tunas ingin beranting bercabang. Ya, keharusan bertumbuh. Itu yang dapat saya simpulkan sejauh ini. Saya benar-benar diharuskan bertumbuh. Dan FLP ini selalu hadir bagai katalis yang mempercepat reaksi pertumbuhan.  Selalu ada seperti pupuk organk yang mempercepat tumbuh tetumbuhan. Karena bertumbuh adalah niscaya. Maka, keniscayaan pulalah yang mendorong saya bergabung di FLP. Bertumbuh. Nampaknya itu alasan pertama.

Karena tanpa buah, ranting dan cabang seperti tanpa guna. Orang-orang disekeliling kita selalu menanti-nanti kapan kita berbuah manis. Karena, hanya manisnya buah lah yang mampu langsung mereka rasakan. Saya benar-benar ingin membagi buah, hanya belum mampu berbuah. Saya ingin, suatu waktu orang-orang sekitar merasakan manisnya buah karya saya. Tidak hanya membuat mereka kagum atas cabang dan ranting tiggi menjulang lalu mereka berkata, “ah, alangkah tingginya…” tapi juga bisa benar-benar mengecap manisnya dan mungkin mereka akan berkata  –meski bukan tujuan saya- “manisnya….”. berbuah. Ini bisa jadi alasan kedua.

Karena Tuhan punya alasannya sendiri. Ini adalah alasan terakhir sekaligus yang paling kuat. Alasan Tuhan memaksa saya bergabung di FLP adalah alasan utama. Saya pun tidak tahu alasan itu. Atau mungkin tak perlu tahu. Yang saya yakini, tentu alasan itu akan jauh lebih indah sebagai kejutan. Alasan Tuhan itu kini berkecambah menjadi niat. Semoga mampu bercabang beranting. Lalu, berbuah. Itu saja.

Senja, 23 maret 2012
Pendaki Langit

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Industrialisasi Tarbiyah

Awalnya saya hampir frustasi melihat kondisi proses tarbawi di kampus dewasa ini. Halaqoh yang mulai kering. Agenda mabit, tastqif, dauroh yang mulai sepi peserta. Saya punya keyakinan bahwa ini bukan karena ketidakpedulian kader pada agenda tarbawi. Tetapi karena kader tidak mampu untuk mengelola tekanan dari kampus khususnya. Tekanan atmosfer akademik beberapa tahun terakhir semakin tinggi. Sehingga waktu untuk agenda pendukung t arbawi kehilangan alokasinya yang cukup. Efektivitas-Efisiensi Apa yang menyebabkan daging ikan patin dari sungai Mekong Vietnam lebih murah dari Patin Jambal Indonesia? Jawabannya adalah karena Efektivitas-Efisiensi industri patin di vietnam lebih tinggi. Semua rantai produksi dipadatkan di sungai mekong. Dari pabrik pakan, keramba budidaya, sampai pabrik olahan patin semua di satu lokasi tepi sungai mekong. Sehingga biaya produksi bisa ditekan dan produktifitas naik. Hal ini juga yang bisa menjawab kenapa industri rumahan kalah bersaing dengan

Buat Ananda

Dakilah gunung tinggi manapun yang ananda damba: Mahameru, Kalimanjaro, atau Himalaya. Sampai suatu saat, ananda kan temukan puncak tertinggi itu justru saat kening ananda menyentuh tanah tempat kaki ananda berpijak, meski itu tempat paling rendah di muka bumi...

Satu Malam Lebih Dekat (Dengan Al-Qur'an)

ilustrasi:kamifa.gamais.itb.ac.id Ust. Dedi Mulyono, tadi malam sampai berapi-api di Ruang Abu Bakar menyampaikan tentang Ruhiyah. Mari saya ceritakan. Tema mabit tadi malam adalah "Satu Malam Lebih Dekat (Dengan Al-Qur'an)". Diawali dengan tilawah keroyokan hingga pukul 9.00. Awalnya Ust. Dedi memulai kalem, lalu kami dikagetkan dengan pancaran energinya yang ia Obral ke setiap ya ng hadir. Ia awali dengan surah Al Hasyr ayat 19,"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. sehingga Allah membuat mereka lupa terhadap diri sendiri. Merekalah Orang-orang fasik." Inilah urgensi Ruhiah. Jika kita lupa kepada Allah dengan meninggalkan amalan-amalan ruhiyah, hakikatnya kita lupa pada diri sendiri. Melupakan Allah adalah melupakan diri, begitu singkatnya. Karena syaitan selalu ada dalam hati setiap insan, jika ada yang ingat Allah maka si syaitan sembunyi ketakutan. sepertinya pikiran kita tak pernah kosong, jika kita tidak ingat Allah, m