Langsung ke konten utama

Ekonomi Kata

"Ternyata Berbicara bukanlah sekedar menggerakan bibir dan lidah saja"
Tiba-tiba saja muncul sebuah pertanyaan: mengapa ada orang yang kata-katanya begitu bernas, ada pula yang jika berkata pasti didengar sungguh-sungguh lalu diikuti. Yang lain ada yang kata-katanya begitu dinantikan tapi ada pula yang orang pun bosan mendengarnya berbicara. Ada yang berkata lalu kata-katanya itu bergetar sampai ke sumsum tulang paling dalam, namun ada orang yang berkata hanya sampai di daun telinga. Hanya mampu menggetarkan gendang di telinga bagian dalamnya. Ada orang yang dengan satu katanya mampu merubah banyak hal, namun ada yang sampai berbusa-busa tapi tak bermanfaat sama sekali. Ini sungguh hal yang menarik untuk dibahas.


Cobalah baca dalam sirah bagaimana Rasulallah berbicara, pasti saat beliau berkata langsung dicatat, dihapal dan dilaksanakan bahkan diwariskan sampai generasi dibawahnya. Sampai saat ini. Juga ketika Bung Karno dulu, bagaimana orasinya yang berapi-api begitu dinanti oleh rakyat Indonesia kebanyakan. Taufik Ismail misalnya, bagaimana puisi-puisinya begitu berruh dan dinanti banyak penikmat sastra. Atau dulu saat Syekh Ahmad Yasin yang kebetulan mengajar di sekolah dasar diprotes orang tua murid karena anaknya memboikot sarapan pag i. Itu terjadi setelah Syekh Ahmad Yasin berbicara pada murid-muridnya tentang  keutamaan puasa. Setelah itu esoknya, muridnya itu langsung mengamalkannya.begitulah kata-kata beliau-beliau itu begitu meresap sampai ke hati pendengarnya.  Namun ada yang berkoar-koar seperti politikus-politikus itu namun sama sekali tidak merubah apa-apa. Sama sekali tidak memicu amal pendengarnya. Ada juga penyanyi-penyanyi itu yang beralbum-album menyanikan lagu tapi tidak menambah apa-apa pada pendengarnya kecuali kegalauan.

Teringat sebuah teori ekonomi, yaitu bahwa jika demand (permintaan) akan suatu barang lebih tinggi dari supply (penawaran)-nya maka harga akan beranjak naik. Pun sebaliknya, jika supply tinggi sedangkan demand atau yang dibutuhkan pasar lebih rendah maka harga barang tersebut otomatis akan turun. Sederhananya, kalau barang di pasar melimpah sedangkan kebutuhan pasar tidak sebanyak itu, maka harga anjlok, mangga misalnya saat musimnya. Sedangkan jika barang di pasar sangat terbatas namun permintaan pasar akan barang tersebut lebih tinggi maka harga barang itu akan melonjak naik, bawang merah misalnya saat beberapa waktu lalu.

Begitupun dengan kata dalam berbicara. Tidak jauh beda dengan teori ekonomi. Bahwa jika demand atau permintaan akan kata-kata kita sedikit namun supply kata-kata kita terlalu banyak maka harga dari kata-kata kita akan murah atau rendah. Pun sebaliknya, jika demand akan kata-kata kita tinggi sedangkan supply kata-kata dari kita sedikit, maka otomatis harga atau nilai dari setiap kata-kata kita akan mahal dan tinggi. mudahnya, jika kita berbicara lebih sedikit dari yang dibutuhkan maka pembicaraan kita akan lebih berbobot, sedangkan jika kita berbicara terlalu banyak dari yang dibutuhkan pendengar, maka nilai dari pembicaraan kita akan rendah.

Cobalah saat berada dalam suatu forum anda fokus mendengarkan setiap orang yang berbicara. Namun setelah semua selesai berbicara, anda mulai bersuara dengan secukupnya. Biasanya anda akan didengarkan dengan baik.

Sebenarnya hipotesis tentang ini sudah jauh-jauh ada , yaitu sebagaimana yang dituturkan Abu Hurairah RA  Rådhiyallåhu ‘anhu, bahwa rasulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda: Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata yang baik atau diam.”[HR. Al-Bukhari dalam al-Adab hadits (6018) dan Muslim hadits (47).] lalu dikomentari oleh Imam An Nawawi Rahimahullah ,“Apabila salah seorang diantara kalian hendak berbicara dan pembicaraan tersebut benar-benar baik dan berpahala, baik membicarakan perkara yang wajib maupun sunnah silakan ia mengatakkannya. Jika belum jelas baginya, apakah perkataan tersebut baik dan berpahala atau perkataan itu tampak samar baginya antara haram, makruh dan mubah, hendaknya ia tidak mengucapkannya. Berdasarkan hal ini, sesungguhnya perkataan yang mubah dianjurkan untuk ditinggalkan dan disunnahkan menahan diri untuk tidak mengatakannya, karena khawatir akan terjerumus ke dalam perkataan yang haram dan makruh, dan inilah yang sering terjadi.”[Syarh an-Nawawi untuk Shahih Muslim 2/209]

Akhirnya, mari kita berusaha berkata dengan supply yang tepat, dengan komposisi yang tepat, pada waktu dan tempat yang tepat, dan pada orang yang juga tepat. Sebab berbicara ternyata lebih rumit dari yang kita sangka. Sebab berbicara tidak sekedar tentang mengerakkan lidah dan bibir saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang-Orang Romantis

ilustrasi:fiksi.kompasiana.com Aku selalu kagum pada mereka: orang-orang romantis. Mereka selalu bekerja dengan sepenuh cinta. Dengan segenap kesadaran. Boleh jadi mereka berpeluh, tapi pantang mengeluh. Memang mereka lelah, tapi tak kenal patah. Dan sesekali mereka berhenti, untuk sekedar menyeka keringat. Untuk sekedar menutup luka. lalu dengan nanar mereka menengadah menatap langit. seketika itu mereka teringat akan tujuan mereka, Cita-cita dan mimpi-mimpi mereka. saat itulah kerinduan mereka mendayu-dayu. menyala-nyala. Tapi mereka tidak terbuai, setelah itu mereka segera menggulung kembali lengan bajunya untuk meneruskan langkah yang sempat tertunda..... Senja, 17 Januari 2012     Pendaki Langit

Surat Untukmu, Bidadariku...

Dari Syubhan Triyatna, dengan sepenuh rindu, untukmu, seseorang yang telah Allah tuliskan dalam takdirNya.... Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Jangan kau tanya kenapa aku tulis surat ini yang bahkan aku sendiri bingung kemana harus mengalamatkannya. Surat ini kutujukan untukmu, yang aku sendiri belum tahu namamu, Tapi Ia tahu. Aku tak tahu apakah kau juga gelisah sama sepertiku, mengarungi detik demi detik masa muda itu ternyata tak semudah melewati jalan tol. Ia lebih mirip seperti mengarungi samudera. Gelombang maksiat menghantam dari segala sisi, kapalku pun sering oleng. Kemudian aku hanya ingin mencari dermaga, aku hanya ingin berlabuh. Lepas dari gelombang maksiat yang siap karamkan kapalku. Aku hanya ingin berlabuh sebelum aku tenggelam, dan dermaga itu adalah kamu, bidadariku....

Cara Kita Membaca BBM

"Semoga saja kemampuan kita membaca realita adalah tidak lebih rendah dari kemampuan kita membaca berita atau buku cerita..." Semenjak mendengar kabar tadi malam tentang harga BBM yang jadi naik. Seperti yang diberitakan Republika (17/6), Paripurna DPR sahkan RUU APBN Perubahan Lewat Voting. Artinya BBM sudah dipastikan naik. Saya jadi tak berselera lagi -yang memang sebelumnya juga sudah tidak ada- untuk membaca slide-slide dan diktat kuliah itu. Padahal pekan ini adalah pekan ujian, yang katanya berpengaruh hidup-mati bagi mahasiswa. Diktat-diktat itu berisi teori-teori yang tidak terlalu jelas kemana muaranya. Tidak terlalu jelas bagaimana penerapannya. Hanya sebagai syarat mendapat huruf-huruf mutu itu yang katanya akan berguna saat kita mencari kerja. Ia aja deh .