Langsung ke konten utama

Sampai Puncak !

ilustrasi: qousa.wordpress.com
Ini adalah cerita tentang salah satu sahabat terbaik saya. Bermula ketika dia berulang tahun. Tapi, saya melihat ada rona kegundahan di wajahnya. Memang kami jarang sekali bicara. Kami lebih sering saling diam. Tapi kami sama-sama tahu: hati kami saling bicara. Lalu saya memberanikan diri untuk berkata padanya, bukan ungkapan selamat ulang tahun, tapi tepatnya ungkapan duka. "Akh, saya turut berduka atas berkurangnya umur antum tepat satu tahun. Semoga sisa umur antum adalah hari-hari terbaik dan terindah dalam hidup antum. Dengan segenap kesadaran. Dengan sepenuh keberkahan"

"Amiin, Jazaakallah Khairon katsir"katanya,"Ana minta bimbingan dan nasehat antum, akh. Hidup ini belum juga terasa ringan".
Dan kalimat itulah yang membuat saya bingung. Dia yang prestasinya jauh di atas saya. Yang hapalan Qurannya jauh di depan saya. Lalu mengapa dia berkata seperti itu ?!


"Saya hanya musafir yang kebingungan di tengah lembah" jawab saya,"bagaimana mungkin saya tunjukkan arah angin?!".
"Tapi" lanjut saya,"kita bisa bersama-sama mencari jalan pulang".

Lalu dia menjawab dengan jawaban yang benar-benar berbekas.
"Tapi, sebelum terdengar seruan pulang, alangkah indahnya jika kita daki dulu gunung bersama-sama" Ajaknya.
"Tak apa sekarang kita di lembah" lanjutnya,"dan tak tahu arah mata angin. Tapi sesungguhnya karena kita di lembahlah kita bisa melihat puncak gunung itu. Ana butuh tarikanmu ketika ana tertinggal di belakang. Ana juga butuh doronganmu ketika ana tertegun terbuai oleh indahnya pemandangan lembah yang terlihat dari gunung."

"Oke" kata saya menimpali,"sebelum pulang mari kita daki dulu gunung tertinggi. Sampai puncak !"

"Semoga Allah tunjukkan jalan terindah menuju puncak itu." ujarnya menutup dialog kami.

Sepenggal dialog itu akan saya simpan dalam-dalam. Meski sederhana, tapi amat berbekas. Meski singkat, tapi saya yakin Allah mendengarnya. Allah memberkahimu, Sahabat.

 

Pagi, 19 Januari 2012
Pendaki Langit

Komentar

Runa Aviena mengatakan…
Subhanallah...
Saya juga suka kalimat ini --> "Tak apa sekarang kita di lembah" lanjutnya,"dan tak tahu arah mata angin. Tapi sesungguhnya karena kita di lembahlah kita bisa melihat puncak gunung itu. Ana butuh tarikanmu ketika ana tertinggal di belakang. Ana juga butuh doronganmu ketika ana tertegun terbuai oleh indahnya pemandangan lembah yang terlihat dari gunung."
^^
Nurul Fatwa IPB 47 mengatakan…
sungguh luar biasa lantunan kata yang terucap.
sangat menginspirasi dan berbekas.

semakin semangat untuk mengadakan resolusi 2012
Syubhan Triyatna mengatakan…
Dan IPB pun Bergelora...

Postingan populer dari blog ini

Orang-Orang Romantis

ilustrasi:fiksi.kompasiana.com Aku selalu kagum pada mereka: orang-orang romantis. Mereka selalu bekerja dengan sepenuh cinta. Dengan segenap kesadaran. Boleh jadi mereka berpeluh, tapi pantang mengeluh. Memang mereka lelah, tapi tak kenal patah. Dan sesekali mereka berhenti, untuk sekedar menyeka keringat. Untuk sekedar menutup luka. lalu dengan nanar mereka menengadah menatap langit. seketika itu mereka teringat akan tujuan mereka, Cita-cita dan mimpi-mimpi mereka. saat itulah kerinduan mereka mendayu-dayu. menyala-nyala. Tapi mereka tidak terbuai, setelah itu mereka segera menggulung kembali lengan bajunya untuk meneruskan langkah yang sempat tertunda..... Senja, 17 Januari 2012     Pendaki Langit

Surat Untukmu, Bidadariku...

Dari Syubhan Triyatna, dengan sepenuh rindu, untukmu, seseorang yang telah Allah tuliskan dalam takdirNya.... Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Jangan kau tanya kenapa aku tulis surat ini yang bahkan aku sendiri bingung kemana harus mengalamatkannya. Surat ini kutujukan untukmu, yang aku sendiri belum tahu namamu, Tapi Ia tahu. Aku tak tahu apakah kau juga gelisah sama sepertiku, mengarungi detik demi detik masa muda itu ternyata tak semudah melewati jalan tol. Ia lebih mirip seperti mengarungi samudera. Gelombang maksiat menghantam dari segala sisi, kapalku pun sering oleng. Kemudian aku hanya ingin mencari dermaga, aku hanya ingin berlabuh. Lepas dari gelombang maksiat yang siap karamkan kapalku. Aku hanya ingin berlabuh sebelum aku tenggelam, dan dermaga itu adalah kamu, bidadariku....

Cara Kita Membaca BBM

"Semoga saja kemampuan kita membaca realita adalah tidak lebih rendah dari kemampuan kita membaca berita atau buku cerita..." Semenjak mendengar kabar tadi malam tentang harga BBM yang jadi naik. Seperti yang diberitakan Republika (17/6), Paripurna DPR sahkan RUU APBN Perubahan Lewat Voting. Artinya BBM sudah dipastikan naik. Saya jadi tak berselera lagi -yang memang sebelumnya juga sudah tidak ada- untuk membaca slide-slide dan diktat kuliah itu. Padahal pekan ini adalah pekan ujian, yang katanya berpengaruh hidup-mati bagi mahasiswa. Diktat-diktat itu berisi teori-teori yang tidak terlalu jelas kemana muaranya. Tidak terlalu jelas bagaimana penerapannya. Hanya sebagai syarat mendapat huruf-huruf mutu itu yang katanya akan berguna saat kita mencari kerja. Ia aja deh .