Langsung ke konten utama

MPKMB: Sehangat Cinta Anshar Sambut Muhajirin

Lelaki itu penuh peluh kala masuki kota yang benar-benar asing baginya: Madinah. Sebenarnya Ia kaya dan terpandang, hanya saja Iman membuatnya memilih hijrah dengan segala resiko dan peluangnya. Dengan tampilan compang-camping sampailah Ia di Madinah. Oh iya, lelaki ini bernama Abdurahman Ibn Auf, salah seorang muhajirin yang sudah di-tag-kan satu tempat di syurga. Kabar baiknya lagi, Ia disambut oleh seorang anshar: Sa'ad Ibn Ar Rabi. Saking kuatnya ukhuwah, Sa'ad berkata pada Abdurrahman, "Akhi, saya punya 2 orang istri, pilihlah yang kau suka, nanti akan saya ceraikan lalu setelah idahnya habis, silahkan nikahi. Tentang harta saya, akan saya bagi denganmu, Fifty-fifty. Saya yakin kau amat butuh."
Dan Jawaban Abdurahman sesaat lagi adalah jawaban yang menyejarah hingga kini, "Jazaakalloh, semoga Allah memberkahi hartamu. Tunjuki saja dimana letak pasar!", jawabnya sepenuh harga diri.



Baik. mari kita kembali ke tema besar kita: MPKMB. MPKMB atau masa pengenalan  kampus mahasiswa baru yang istilah ini lebih familiar terdengar di Institut Pertanian Bogor. Menariknya,konsep "ospek" disini hampir mirip dengan penyambutan anshar pada Muhajirin. sebelum lebih jauh, yang dimaksud Anshar disini adalah Mahasiswa yang lebih dulu masuk, sedangkan muhajirin adalah mahasiswa baru yang hijrah dari daerahnya. Penyambutannya tentu bukan dengan peloncoan atau garang-garangan tapi dengan selebar senyum dan sepenuh cinta. disitu indahnya.

Laiknya Sa'ad Ibn Ar Rabi menyambut saudara yang baru dikenalnya, Abdurrahman Ibn Auf, seperti itu pulalah seharusnya panitia MPKMB menyambut mahasiswa baru. Tentu bukan dengan menyerahkan separuh harta atau menceraikan salah satu isteri (satu aja belum punya, ^^). Bukan demikian. Tapi membagi apa-apa yang kita punya dan itu mereka butuhkan: Informasi dan Cinta. Mereka datang ke kampus ini dengan infomasi yang minim. Maka dari itulah mereka kebingungan, pun kita dahulu saat menginjakkan kaki pertama kalinya disini. Informasi adalah salah satu hal yang mereka butuhkan. Seperti Ibn Auf yang butuh tahu dimana arah pasar. dan sekarang giliran kita berkata kepada mereka, "saya punya banyak informasi, akan saya bagi semuanya denganmu,dik". Indah bukan?


Sehangat Cinta. Itulah yang mereka perlukan selanjutnya.  Bukan bentakan-bentakan kasar. Bukan pula muka-muka masam. Tapi senyum tulus yang lahir dari rahim cinta -Cinta disini dalam konotasi paling positif-. Karena meraka datang kemari tentu dengan penuh ketakutan dan keraguan. Karena mereka datang kemari tanpa tahu apa yang akan mereka temui: jalan jongkok atau ditraktir mie semangkok. Mari buktikan bahwa kampus ini bukanlah taman Jurrasic Park yang menyeramkan, tapi taman bunga tulip menyegarkan.

Terakhir, Mari songsong muhajirin itu dengan badai cinta lalu biarkan mereka tenggelam dalamnya...




Malam, 16 mei 2012
Pendaki Langit





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Orang-Orang Romantis

ilustrasi:fiksi.kompasiana.com Aku selalu kagum pada mereka: orang-orang romantis. Mereka selalu bekerja dengan sepenuh cinta. Dengan segenap kesadaran. Boleh jadi mereka berpeluh, tapi pantang mengeluh. Memang mereka lelah, tapi tak kenal patah. Dan sesekali mereka berhenti, untuk sekedar menyeka keringat. Untuk sekedar menutup luka. lalu dengan nanar mereka menengadah menatap langit. seketika itu mereka teringat akan tujuan mereka, Cita-cita dan mimpi-mimpi mereka. saat itulah kerinduan mereka mendayu-dayu. menyala-nyala. Tapi mereka tidak terbuai, setelah itu mereka segera menggulung kembali lengan bajunya untuk meneruskan langkah yang sempat tertunda..... Senja, 17 Januari 2012     Pendaki Langit

Surat Untukmu, Bidadariku...

Dari Syubhan Triyatna, dengan sepenuh rindu, untukmu, seseorang yang telah Allah tuliskan dalam takdirNya.... Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Jangan kau tanya kenapa aku tulis surat ini yang bahkan aku sendiri bingung kemana harus mengalamatkannya. Surat ini kutujukan untukmu, yang aku sendiri belum tahu namamu, Tapi Ia tahu. Aku tak tahu apakah kau juga gelisah sama sepertiku, mengarungi detik demi detik masa muda itu ternyata tak semudah melewati jalan tol. Ia lebih mirip seperti mengarungi samudera. Gelombang maksiat menghantam dari segala sisi, kapalku pun sering oleng. Kemudian aku hanya ingin mencari dermaga, aku hanya ingin berlabuh. Lepas dari gelombang maksiat yang siap karamkan kapalku. Aku hanya ingin berlabuh sebelum aku tenggelam, dan dermaga itu adalah kamu, bidadariku....

Cara Kita Membaca BBM

"Semoga saja kemampuan kita membaca realita adalah tidak lebih rendah dari kemampuan kita membaca berita atau buku cerita..." Semenjak mendengar kabar tadi malam tentang harga BBM yang jadi naik. Seperti yang diberitakan Republika (17/6), Paripurna DPR sahkan RUU APBN Perubahan Lewat Voting. Artinya BBM sudah dipastikan naik. Saya jadi tak berselera lagi -yang memang sebelumnya juga sudah tidak ada- untuk membaca slide-slide dan diktat kuliah itu. Padahal pekan ini adalah pekan ujian, yang katanya berpengaruh hidup-mati bagi mahasiswa. Diktat-diktat itu berisi teori-teori yang tidak terlalu jelas kemana muaranya. Tidak terlalu jelas bagaimana penerapannya. Hanya sebagai syarat mendapat huruf-huruf mutu itu yang katanya akan berguna saat kita mencari kerja. Ia aja deh .