Langsung ke konten utama

Makan

gambar dari www.jokamku.blogspot.com
Ada hikmah yang tersembunyi di setiap hal yang kita lalui dalam hari-hari kita. Dalam hal-hal yang kadang kita anggap sepele. Bukan karena itu tidak penting, hanya karena itu telah menjadi rutinitas  sehari-hari kita yang kemudian kita kehilangan pemaknaan terhadapnya. Pun dalam hal yang satu ini: makan. Kita lapar, mencari makan atau memasak, makan, lalu kenyang. Tamat. Sudah seperti itu hari-hari kita lalui. Tamat. Selesai. Padahal ada hikmah. Ada sesuatu yang berharga dalam aktivitas itu diluar fungsinya yang memang sebagai bahan energi kita dalam beraktivitas.

Mari kita mulai dengan sebuah pertanyaan. Sebelumnya makan memiliki beberapa tahap yaitu lapar, saat proses  makan, dan kenyang. Sekarang, menurutmu, mana tahapan makan yang paling nikmat? Apakah saat lapar, saat makan, atau ketika kenyang? Ya! Benar sekali. Saat makan! Kenapa? Karena saat lapar adalah saat yang menyiksa. Perut melilit. Badan lemas. Ini berat. Lalu ketika telah kenyang kitapun tak merasi nikmat kala makan tadi. Sudah kenyang, ya sudah. Ngantuklah akhirnya. Jadi, tahap yang ternikmat adalah saat kita menikmati suap demi suap, kunyah demi kunyah makan itu. Bukan saat lambung kosong, apalagi saat ia telah penuh menumpuk.

Maka mengertilah kita bahwa proses makan mengajari kita satu kaidah kehidupan. Seperti makan, begitulah proses menggapai cita-cita, visi, harapan atau tujuan kita. Seperti makan, tahapan dalam menggapai cita pun sama: lapar, proses, lalu kenyang. Lapar akan cita sama artinya saat kita begitu menghasratkan dan menginginkan cita-cita itu. Lalu proses, kita berjibaku mengikuti sunatullah :berpeluh, berkerja keras, berkeringat, bahkan ada yang berdarah-darah mengusahakan citanya. Kemudian akhirnya kita kenyang akan cita-cita kita atau dengan kata lain kita telah sampai finish, kita telah berhasil meraihnya. Lalu setelah itu? Ngantuk!

Lalu manakah dari tahapan menggapai cita itu yang paling nikmat? Ya, saat proses. Saat energi kita habis untuk langkahkan kaki menuju tujuan dan cita. Bukan saat kita begitu ingin atasnya, atau telah meraihnya. Makan dan Cita adalah sama: tahapan ternikmatnya adalah saat prosesnya. Maka marilah bahagia saat kita berproses lama-lama. Karena disitulah poin ternikmatnya. Disitulah saat-saat terindahnya: saat kita menelusuri pendakian cita-cita itu, saat kita jatuh lalu bangkit lagi, saat kita terjungkal lalu mendaki lagi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Industrialisasi Tarbiyah

Awalnya saya hampir frustasi melihat kondisi proses tarbawi di kampus dewasa ini. Halaqoh yang mulai kering. Agenda mabit, tastqif, dauroh yang mulai sepi peserta. Saya punya keyakinan bahwa ini bukan karena ketidakpedulian kader pada agenda tarbawi. Tetapi karena kader tidak mampu untuk mengelola tekanan dari kampus khususnya. Tekanan atmosfer akademik beberapa tahun terakhir semakin tinggi. Sehingga waktu untuk agenda pendukung t arbawi kehilangan alokasinya yang cukup. Efektivitas-Efisiensi Apa yang menyebabkan daging ikan patin dari sungai Mekong Vietnam lebih murah dari Patin Jambal Indonesia? Jawabannya adalah karena Efektivitas-Efisiensi industri patin di vietnam lebih tinggi. Semua rantai produksi dipadatkan di sungai mekong. Dari pabrik pakan, keramba budidaya, sampai pabrik olahan patin semua di satu lokasi tepi sungai mekong. Sehingga biaya produksi bisa ditekan dan produktifitas naik. Hal ini juga yang bisa menjawab kenapa industri rumahan kalah bersaing dengan

Buat Ananda

Dakilah gunung tinggi manapun yang ananda damba: Mahameru, Kalimanjaro, atau Himalaya. Sampai suatu saat, ananda kan temukan puncak tertinggi itu justru saat kening ananda menyentuh tanah tempat kaki ananda berpijak, meski itu tempat paling rendah di muka bumi...

Satu Malam Lebih Dekat (Dengan Al-Qur'an)

ilustrasi:kamifa.gamais.itb.ac.id Ust. Dedi Mulyono, tadi malam sampai berapi-api di Ruang Abu Bakar menyampaikan tentang Ruhiyah. Mari saya ceritakan. Tema mabit tadi malam adalah "Satu Malam Lebih Dekat (Dengan Al-Qur'an)". Diawali dengan tilawah keroyokan hingga pukul 9.00. Awalnya Ust. Dedi memulai kalem, lalu kami dikagetkan dengan pancaran energinya yang ia Obral ke setiap ya ng hadir. Ia awali dengan surah Al Hasyr ayat 19,"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. sehingga Allah membuat mereka lupa terhadap diri sendiri. Merekalah Orang-orang fasik." Inilah urgensi Ruhiah. Jika kita lupa kepada Allah dengan meninggalkan amalan-amalan ruhiyah, hakikatnya kita lupa pada diri sendiri. Melupakan Allah adalah melupakan diri, begitu singkatnya. Karena syaitan selalu ada dalam hati setiap insan, jika ada yang ingat Allah maka si syaitan sembunyi ketakutan. sepertinya pikiran kita tak pernah kosong, jika kita tidak ingat Allah, m