Pada masa sebelum ada awal, hanya ada Allah sendiri. Lalu
diciptakanlah arsy-Nya. Dan kemudian terciptalah pena yang dengan itu Ia
menitahkan untuk menuliskan segala sesuatu yang akan di ciptakan: manusia,
semesta, malaikat, bumi, jin, hingga syurga dan neraka. Dengan pena itu pula Ia
perintahkan untuk menulis seluruh episode yang akan dilalui semua ciptaannya.
Runut. Detil. Lengkap. Bahkan kejadian setiap daun yang akan jatuhpun tertulis
rapi. Begitulah ibnu Katsir menjelaskan
tentang penciptaan dalam awal dan akhir.
Maka pena memiliki kemampuan unik untuk mengabadikan kata.
Seperti Imam Bukhari yang abadikan sabda Sang Nabi dalam musnad nya . Dan
sampailah jua pada kita lewat tangannya, lewat penanya. Ada juga Umayyah yang
menulis wahyu Tuhannya meski dalam lembar-lembar daun atau kulit binatang. Maka
abadilah ia. Dan semua bisa abadi, lewat pena.
Juga. Pena adalah getaran jiwa. Dan getaran itu telah terasa
meski si penulis telah tiada. Coba bacalah roman-roman karya Buya hamka semisal
Dalam Lindunga Ka’bah atau Tenggelammnya Kapal Van Der Wijk. Didalamnya kau
akan temukan itu. Bergetar sampai ke hatimu. Kisah yang tertera dalam roman nya
gambarkan keluhuran dan kebersihan jiwanya. Begitulah pena, mampu mentransfer
energi jiwa. Dan benarlah apa yang pernah dikatakan Habiburahman El Shirazi,
penulis novel Ayat-Ayat Cinta,”Jika pembaca novel saya sampai pada satu halaman
lalu ia menangis, itu karena saya menangis saat menulisnya”.
Pun. Pena adalah angin yang mampu gerakkan badai pasir di
sahara. Dari goretan pena itu, berjuta manusia tumpah ruah membadai. Menuntut
kesamaan hak. Keadilan. Seperti Mao Zedong dalam Buku Merah (1964) yang memberikan andil besar bagi revolusi budaya
dan reformasi dari penindasan di negerinya. Atau pena Harriet Beecher Stowe yang hasilkan novel Uncle Tom’s Cabin (1852). Sebuah karya
yang berkisah tentang air mata para kulit hitam di Amerika sana. Lewat novel
ini, muncullah banyak gerakan menuntut kesetaraan di negeri Paman Sam itu. Hingga hasilnya terlihat
kini: bahkan presidennya pun adalah berkulit hitam.
Tapi pena adalah pedang bermata dua. Kadang ia mampu
ciptakan kemakmuran, tapi tak jarang juga ia hadirkan petaka. Seperti buku
origin of the Spesies nya Charles darwin yang dikemudian hari sebabkan
pembantaian di perang Dunia 1 akibat filosofinya tentang seleksi alam dipakai
mutlak oleh Hitler dan partainya: Nazi. Lahirlah faham Darwisme Sosial yang
turut andil dalam terciptanya perang itu.
Dan ,sekali lagi, pena adalah pedang bermata dua. Jadi manfaat
atau laknat, tergantung pada tangan yang memakainya.
Komentar
minat tentu ada Mbak. Sekarang juga lagi banyak nulis, tapi laporan praktikum ^^
Oya, kapan berkunjung ke IPB mbaK? IPB mulai kekurangan orang-orang seperti Mbak...