ilustrasi: 4.bp.blogspot.com |
Mari kita mulai ceritanya. Dengan penuh antusias, sahabatmu beranjak dari kampus tercinta menuju kampung halaman tersayang. Bersama seorang kawan, sahabatmu bergegas menuju terminal untuk menumpang bis jurusan Cirebon. Tidak perlu kiranya sahabatmu ceritakan kisah tentang
ditipu oknum di terminal waktu itu. Atau tentang sopir bus yang dengan teganya mengubah haluan jalan. Terlalu naif. Sesampai di kota tujuan, sahabatmu menyewa jasa ojeg karena tidak seperti di Bogor yang hingga malam angkot tersedia. Disini angkot terbatas karena berada di pinggiran –kalau tidak mau menyebut pedalaman- kabupaten Cirebon.
“Baru pulang kerja, pak? Kerja dimana,pak?” tanya Bapak tukang ojeg. Sebenarnya agak tidak enak hati dipanggil ‘pak’. Serasa sudah tua jadinya.
“Bukan pak, saya pengangguran. Sekarang masih numpang belajar di IPB”, jawab sahabatmu sekenanya.
“ooh Mahasiswa pertanian toh, terus apa yang sudah dilakukan? Petani sekarang malah tambah miskin, sembako makin mahal!”. Skak! sahabatmu tidak bisa menjawab. lebih tepatnya tidak perlu dijawab dengan kata tapi harus dengan tindakan nyata. Dari pada bicara tanpa kerja, sahabatmu coba alihkan topik obrolan. Satu hal yang sahabatmu dapat dari obrolan tadi: Mereka menunggu kita, Mahasiswa IPB !
Belibur di Cirebon, sahabatmu Beserta kawan-kawan membawa sebuah misi: IGTS (IPB Goes To School). Agendanya sosialisasi ke SMA dan sederajat lalu acara puncaknya yaitu Try Out Akbar IGTS. Kebetulan (?) sahabatmu ini ditugasi menjadi penanggung jawab wilayah juga koordinator lapangan. IGTS ini perlu persiapan yang cukup panjang sejak september tahun lalu.
Banyak hal unik dan menarik selama berkunjung ke sekolah-sekolah. Serasa bertemu dengan diri sendiri episode SMA. Dengan sepenuh minat sahabatmu beserta Pasukan sosialisasi menjelajahi SMA demi SMA. Tapi ada beberapa sekolah yang menolak kedatangan kami. Alasannya kebanyakan KBM(Kegiatan Belajar Mengajar) amat padat. Kami maklum. Tapi lebih banyak yang antusias. Setidaknya ada 3 golongan siswa di setiap kelas yang sahabatmu datangi. Pertama, mereka yang idealis. Sahabatmu agak berkeringat menghadapi mereka. Mereka mencecar dengan pertanyaan bak wartawan gosip. Terlampau kritis, terlalu interaktif. Golongan ini punya mimpi yang amat tinggi, tapi mereka seakan meremehkan kampus-kampus non-favorit. Gologan kedua adalah yang pesimis. Siswa-siswa ini selalu tanpa perhatian, tanpa minat. Mereka tak merespon apalagi bertanya. Sahabatmu kesulitan memotivasi golongan ini. Yang terakhir adalah golongan optimis. Mereka ini yang paling menarik. Penuh antusias tapi juga tahu cara hormat-menghormati. Mereka tahu kemampuan dirinya sehingga memilih target yang tidak terlalu ambisius. Singkatnya, golongan ini memiliki cita-cita bak bintang di langit, tapi kaki mereka tetap menginjak bumi.
Selanjutnya, acara Try Out IGTS. Nah, disini ada sedikit masalah. Pada H-2 peserta yang mendaftar masih 345 orang sedangkan target adalah 800 orang. Jika kurang dari target dipastikan panitia harus nombok. Hanya tinggal 1 hari penjualan tiket, maka seluruh panitia rapat darurat penuh ketegangan. Akhirnya dalam tekanan H-1 kami tekadkan dengan sepenuh semangat untuk mencapai target. Saat itulah kesatuan panitia diuji.
Dengan sepenuh syukur, berkat doa dan usaha maksimal, 12 jam sebelum acara peserta yang terdaftar sudah mencapai target, malah melebihi. Awalnya memang senang dengan banyak peserta. Tapi kemudian pusing juga terasa. Soalnya, kapasitas gedung hanya 800 kursi, sedangkan peserta yang terdaftar 1004 orang dan itupun belum ditambah peserta yang kami tolak. Memang, semangat berlebih kadang membuat masalah baru. Tapi tak apa, setidaknya panitia tidak perlu nombok. Acarapun berjalan meriah. Alhamdulillah.
Kita tinggalkan dulu kisah tentang IGTS. Mari kita beranjak ke kisah selanjutnya: kisah bertemu dengan Syaikh Kholdun. Sahabatmu bertemu Syaikh Khaldun Salamah asal Yordania saat beliau menyempatkan hadir hanya 90 menit di Pesantren Tahfidz Quran terpadu Al-Hikmah karena sudah ditunggu di Jakarta. Dalam taujih singkatnya yang tenang namun menggugah, beliau berpendapat bahwa ada 2 faktor utama ketertinggalan Indonesia dari bangsa lain. Yang pertama kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap Islam, padahal mayoritas muslim. Yang kedua, adalah situasi politik yang kurang bagus. Jika bangsa Indonesia sudah memiliki pemahaman Islam yang bagus, menurut beliau maka akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang shalih, yang akan membawa Indonesia kepada kejayaan. Salah satu hal yang menarik dari beliau adalah beliau hafal nama-nama para pejuang yang berasal dari pesantren sekitar Cirebon. yang sahabatmu ini pun tidak tahu sebelumnya. kecuali setelah mendengar ceramah beliau.
Kisah terakhir ini agak sedih. Mohon maaf apabila sedikit di sinetronisir. Awalnya sahabatmu ingin silaturahim dengan seorang kawan terbaiknya. Sudah lama tak jumpa memang tumbuhkan rindu. Sesampai di rumahnya, dia malah minta antar ke stasiun. Dan ah, sahabatmu agak kaget karena dia hendak pergi kuliah di mesir. Sepertinya kami akan lama tak bertemu. Baru saja bertemu, dia sudah hendak pergi. Tapi sahabatmu tetap bangga padanya. Sampailah di stasiun, dia hendak ke Jakarta dahulu mengurus visa. Kami tidak banyak bicara waktu itu. Hanya mata kami yang berkaca-kaca. Sahabatmu menunggunya hingga dia naik kereta. Kamipun berpisah. Selamat jalan, kawan. Baik-baik disana.
Malam, asrama C1, 9 Feb 2012
Pendaki Langit
Komentar