Kalau ada yang masih menganggap Sayyid Qutbh adalah nenek moyang para teroris, bapak radikalisme. Mereka salah besar!
Yang ada justru sebaliknya. Dr. Shalah Al Khalidy dalam tesisnya berjudul “Sayyid Qutbh dan Representasi Artistik dalam Al Qur’an” pada bagian pertama tesis tersebut menceritakan penelitiannya tentang biografi Sayyid. Menjelaskan bahwa Sayyid menentang keras jalan dakwah yang menggunakan jalur kekerasan. “Itu adalah jalan terakhir, bukan yang utama”, katanya. Lalu mengapa Sayyid sampai dihukum mati yang konon katanya karena berencana menggulingkan rezim Gamal Abdun Nasser?
Semua gara-gara satu nama: Ali Asymawi!
Pasca revolusi juli 1952, Ikhwanul Muslimin (IM) dibubarkan oleh pemerintah. Hasan Al hudaibi selaku Mursyid Amm dibatasi dan diawasi geraknya. Lalu muncullah inisiatif dari Abdul Fattah Ismail untuk menyatukan kembali jamaah ikhwan yang terserak. Ia lalu berhasil mereorganisasi sisa-sisa aktivis IM. Ditunjuklah kemudian 5 pemimpin wilayah yang bertanggung jawab untuk mereorganisasi masing-masing wilayah di mesir. Mereka adalah Abdul Fattah Ismail, Ali Asymawi, Majdi Abdul Aziz, Shabri Arafah dan Abdul Sami’. Namun karena ke 5 orang itu masih terlalu muda. Mereka lalu mencari 1 pemimpin lapangan umum dalam gerakan Ikhwan baru ini. Pikiran mereka tertuju pada satu orang: Sayyid Qutbh.
Saat itu Sayyid Qutbh sedang terbaring di rumah sakit militer sebab sakit komplikasi yang kian diperparah oleh siksaan pedih di penjara. Selama 7 tahun ia dirawat disitu, ia memikirkan apa pola gerakan terbaik untuk IM saat ini. Lalu memutuskan 6 arahan gerakan dakwah, salah satunya adalah dakwah ini harus dibangun lagi dari bawah, bottom-up bukan top down. IM harus kembali lagi ke masyarakat menjelaskan islam yang komperhensif setelah banyak aktivisnya yang gugur di penjara militer. Ini adalah langkah terbaik saya kira. Agar Gamal Abdun Nasser tidak punya alasan untuk membunuh aktivis IM lagi.
Namun Ali Asymawi, anak muda itu punya pendapat berbeda. Ia bertekad melakukan pembalasan kepada pemerintah yang telah banyak membunuh para aktivis. Ia lalu memesan satu Kontainer senjata dari Yordania dan membuat pelatihan militer untuk aktivis IM. Lalu ia melist daftar pejabat yang hendak ia bunuh. Rencana ini tidak pernah disetujui sayyid Qutbh ataupun Hudaiby.
Tetapi Intelejen terlanjur mencium aromanya. Ditangkaplah ribuan aktivis IM termasuk 5 pemimpin wilayah dan tentu Sayyid Quthb yang berakhir dengan vonis mati untuk sayyid Qutbh, Abdul Fattah Ismail dan Muhammad Hawasy. Sementara aktivis yang lain banyak yang dikurung seumur hidup dan kerja paksa.
Lalu dimana Ali Asymawi? Dia berlibur dan menetap di Amerika. Ternyata dia adalah agen intelejen Mesir yang menyusup ke tubuh IM dan membuat semua konspirasi ini.
Beberapa saat sebelum tragedi memilukan ini Sayyid Quthb sering berpesan kepada para aktivis belia itu, “Janganlah sampai wahai akhi, antum terlalu sibuk dengan urusan politik sehingga urusan tarbiyah masyarakat terabaikan…”
. . . . . . .
Pasca dakwah mulai masuk ke gelanggang politik negara, rasanya ruh tarbiyah itu mulai luntur. Terkadang kita jadi melihat masyarakat sebagai objek suara. Bukan lagi objek dakwah. Apakah cinta itu mulai hilang dari hati-hati kita? Berganti ambisi untuk memenangkan pemilu?
Bukan berarti politik itu tidak penting. Itu penting, sebab kita berpaham bahwa islam ini komperhensif menyentuh segala segi kehidupan. Namun tatkala saham untuk politik itu jauh melebihi dosisnya sementara tarbiyah masyarakat dikesampingkan. Ini penyakitnya. Seperti sayyid Qutbh yang merasa ada yang janggal ketika IM disibukkan konflik politik dengan pemerintah dan mengesampingkan tarbiyah.
Sering saya katakan kepada orang-orang bahwa tujuan utama liqa, mentoring, tarbiyah bukanlah untuk menjadi kader Partai! Tapi untuk mencetak ulang diri kita dengan cetakan Islam dan agar kita bisa mencetak orang lain dengan cetakan yang sama. Begitu seterusnya hingga terjadi reaksi berantai sampai masyarakat dan bangsa ini sadar akan islam mereka. Jalan ini terlalu lambat? Ya, tapi inilah jalur tercepat.
Biarlah kegaduhan di atap diselesaikan oleh mereka yang berkompetensi dan berwenang. Kita sebagai kader genin kembali saja bekerja membina diri dan masyarakat.
Semoga 10 tahun terakhir perjalanan dakwah ini membuat kita mengerti bahwa kembali ke asholah, kembali ke tarbiyah, membina diri dan orang lain adalah yang utama. Masyarakat menunggu kita. Menunggu sentuhan lembut para dai. Mari menyalakan kembali usrah-usrah, liqaat-liqaat, memeriahkan lagi tastqif, meramaikan mabit-mabit, dan back to Nature, back to Tarbiyah…..
Komentar
supreme
coach factory outlet
kd 12
yeezys
jordan shoes
vans
goyard
ferragamo belt
supreme hoodie