"Dan pahlawan adalah mereka yang mengundurkan diri untuk dilupakan, sama seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi..."
-Gie
-Gie
Kita mesti berhenti berdebat tentang pantas atau tidaknya seseorang dianugerahi gelar pahlawan. Juga berhenti membicarakan tentang apakah pahlawan itu dilahirkan atau diciptakan. Sebab ada yang mendesak untuk dilakukan: mencetak pahlawan atau menyiapkan rahim yang mampu melahirkan para pahlawan.
Kita telah lama dibuat malu oleh para ibu di Palestina. Mereka berhasil melahirkan sekaligus mencetak ulang para pahlawan yang berani menantang peluru yahudi dengan kerikil, melawan tank israel hanya dengan pisau dapur. Sementara bunda-bunda di nusantara hanya melahirkan lelaki-lelaki pengecut, robot-robot bertoga dan budak-budak berdasi yang hanya tahu cara berebut remah-remah kapitalis.
Anak-anak gaza-lah yang pantas kita anugerahi gelar pahlawan. Sebab mereka berjuang-berkorban-terbunuh demi mewakili umat muslim sedunia untuk menjaga tanah wakaf milik islam: al Quds. Meski saya tahu mereka tak peduli dengan gelar itu. Mereka hanya memilih untuk bertahan meski dilupakan sampai saudara-saudaranya bangun dari tidur panjangnya.
Mereka seakan membacakan untukmu 'Sajak November'nya Sapardi:
"Kami lahir, berkelahi, sudah itu: mati!
Kami hanya berkelahi untukmu, untuk mereka dan hari depan, sudah itu: mati!".
"Kami lahir, berkelahi, sudah itu: mati!
Kami hanya berkelahi untukmu, untuk mereka dan hari depan, sudah itu: mati!".
Sebenarnya saya tidak suka menyebut mereka-mereka itu dengan pahlawan. Sebab mereka juga tak ingin dikenang atau dikubur di makam pahlawan. Saya lebih suka menyebut mereka pahala-wan. Sebab yang mereka tuju adalah Allah. Yang mereka inginkan adalah surga dan sungai-sungai yang mengalir dibawahnya. Dan tentu mereka tidak mati, mereka justru hidup mengabadi. Merekalah pahala-wan: orang-orang yang yang mendapat limit pahala mendekati positif tak hingga.
Komentar