Naruto babak belur. Ia masih berusaha untuk berdiri. Cakranya nyaris habis.
Obito menatap Naruto dengan pandangan meremehkan. Sementara itu Naruto masih berusaha mengumpulkan sisa tenaga dan harapannya untuk bangkit berdiri.
"Kenapa kau mencoba terus berdiri...!? Apa tujuanmu terus bertarung? Demi temanmu? Atau untuk dunia? Dengar... suatu hari nanti temanmu akan menghianatimu, lalu cinta akan menjadi kebencian. Kay seharusnya sudah tahu. Orang-orang di desa dan juga Sasuke sudah menghianatimu. Lalu cinta dari Jiraiya sudah berubah menjadi kebencian bagimu. Kau sama sepertiku. Kebencian terus bertambah lalu kau akan berubah. Dan sekarang... Kepedihan yang lebih banyak sedang menunggumu. Bisakah kau tegaskan lagi kalau kau takkan berubah?"
"Teman-temanmu mungkin akan menghianatimu lagi. Aliansi shinobi mungkin akan berperang lagi. Lagipula kau itu tidak tahu cara untuk menang melawanku... Sudah tidak ada alasan lagi untuk berjuang demi dunia ini... dunia ini akan berakhir dalam hitungan menit. Jadi kenapa kau masih bertarung?", Obito berbicara tajam pada Naruto yang mulai bangkit.
Sambil sedikit demi sedikit berdiri Naruto berkata serak, "Karena inilah jalan ninjaku!"
"Aku takkan pernah menarik kata-kataku. Itulah jalan ninjaku! "
Demi mendengar kata-kata Naruto barusan, Sasuke memaksakan berdiri. “Ayo kita selesaikan serangan terakhir ini, Naruto!”
“Yoosh!”
PETTTT
Laptop tiba-tiba mati. Sial! Listrik diasrama mati. Memang akhir-akhir ini sering terjadi pemadaman bergilir. Ditambah lagi baterai laptopku yang bocor, jadi harus selalu nyolok. Tapi, ah kenapa mesti saat ini matinya. Saat sedang seru-serunya menonton film Naruto. Saat Naruto hendak bertarung dengan Obito. Ah!
“Ahhhhh…!”, teriakku kesal di kamar asrama 4x4 m itu.
“Berisik Oy!”, Hasan melemparku dengan bantal.
“Mana ini malam jum’at lagi. Ah, gatau apa tuh PLN kalau gue lagi nonton Naruto. Ah!”, Sambil mesem sebab ditimpuk bantal tadi.
“Mau lu teriak-teriak kayak tukang obat juga ga bakal nyala nih lampu”
“Eh, Btw mau kemana lu San? Soleh amat pakaiannya”
“Ke masjid lah”
“Eh, tega amat lu ninggali gue sendiri. Udah mati lampu. Malam jumat lagi!”
“Yaudah, lu ikut aja. Di masjid kampus listrik ga mati. Soalnya biasanya pake genset”
“Oke deh boy, gue ikut. Mau lanjutin nonton Naruto. Tunggu bentar ye, gue ganti kostum dulu…hehe”
Sesampai di masjid kampus. Hasan pergi entah kemana. Kalau aku langsung mencari colokan yang kosong. Hendak menonton Naruto. Ternyata di masjid ini ramai juga. Banyak orang kumpul-kumpul ga jelas di setiap sudut. Entah apa yang mereka bicarakan aku tidak tahu. Ada juga yang khusyu membaca al quran di shaf depan. Ada yang udah teler nempel di tembok. Ada juga yang sangat serius menatap laptopnya. Mungkin dia juga sedang nonton Naruto. Hehe..
Sedetik sebelum aku menghidupkan laptopku, Hasan memanggilku setengah berteriak dari selasar kanan masjid itu, “Lan, Sini lan!”
“Ada apa?”
“Udah sini aja dulu…”
Sambil dongkol aku mendatangi kawanku sekamar ini. Dia sedang bersama beberapa orang.
“Ka, perkenalkan ini kawan saya yang saya ceritakan mau ngaji itu. Aylan, kawan sekamar di asrama…”
“eh..” Buset. Kapan aku bilang ke dia kalau aku mau ngaji. Ini pasti akal-akalan ini bocah.
“Oh, ahlan wa sahlan Aylan, saya Erik Setiawan. Silakan, kami sangat senang kalau ada yang mau ngaji”, Orang yang terlihat paling tua itu menyapaku. Berkemeja rapi jenggot tipis. Pakai celana lapang. Tulus sekali. Entah kenapa aku mulai merasa nyaman meski tingkahku masih sangat kaku. Campur dongkol sebab Hasan sedari tadi senyum-senyum licik.
Aku tidak tahu waktu itu apa nama kumpul-kumpul itu. Ada 7 orang disitu termasuk Kak Erik dan Hasan.
“Perkenalkan, saya Aylan Samudera Asal dari Cirebon. Masih tingkat satu hehe” Canggung sekali aku memperkenalkan diri. Kaku. Dan Hasan senyum mesem-mesem sedari tadi. Kesal sekali aku. Awas saja kalau sudah sampai diasrama. Aku akan buat perhitungan dengannya!
“Baik Aylan, Semoga istiqomah ya. Oke, kita mulai mentoring kita ini dengan membaca Al Quran. Seperti biasa setiap orang baca satu halaman-satu halaman. Dimulai dari saya…”, Ka Erik memulai kegiatan.
Waduh! Sudah lama sekali aku tidak baca Quran.
“Saya izin ambil Quran dulu ka di rak, lupa bawa quran, hehe..”
Ka Erik hanya mengangguk sambal tersenyum.
Apa? Lupa bawa Quran. Ini kebohongan kecil sebenarnya. Sebab Aku memang tidak terbiasa membawa Al Quran. Sesampainya kembali aku di mentoring, ka Erik sudah selesai membaca Al Quran. Lanjut ke sebelah kanannya ada Hasan. Dan aku tampaknya salah duduk. Aku duduk disebelah Hasan. Artinya, setelah Hasan akulah yang membaca Al Quran.
Tiba-tiba tanganku gemetar memegang mushaf. Keringat dingin mulai satu dua bercucur. Wajahku pucat seketika.
“Silakan dilanjutkan Aylan ayat 17-24..”, Kak Erik memecah kegugupanku.
Deg!
“Ma sa luuuhum kaaa, ka maaa, ka maaa Sali salil ee….” Aku sudah mengerahkan seluruh kemampuanku untuk membaca huruf-huruf ini. Tapi aku tetap sangat terbata-bata. Keringat menderas. Aku panik. Sebab kawan-kawan baruku itu terlihat mulai kesal karena menunggu bacaan quranku yang terbata-bata dan sangat lama.
Aku merasa sangat hina waktu itu…
“sum mum bu, buk mun numya, num yun…”
Kemana saja aku selama ini? Sampai tidak pernah membaca al quran. Memang aku dibawakan al quran oleh ibuku. Tapi aku simpan saja dilemari hingga berdebu.
Aku mulai menunduk. Malu pada Ka Erik, Hasan, dan kawan-kawan baruku itu. Malu pada diriku sendiri. Dan malu pada Tuhan. Ah, aku merasa amat pecundang.
“aw ka so, ka soyyi bi, bin, bim minas, sa wa, sama..”
Mataku tetiba panas. Jangan. Jangan jatuh. Jangan jatuh saat ini. Jangan sampai air mata ini jatuh. Mataku mulai berair. Bukan karena bacaan alqurannya. Tapi karena malu. Malu sekaligus menyesal. Membaca alquranpun aku tak mampu. Diam-diam aku bertekad untuk kembali ke jalan yang lurus. Meski jalan yang lurus itu masih kabur. Tapi setidaknya aku tahu bahwa selama ini aku di jalan yang salah…
Akhirnya dengan susah payah aku selesai membaca alquran sehalaman itu. Cukup lama hampir 15 menit sambil sesekali dituntun bacaannya oleh Ka Erik.
Jam menunjukkan pukul 20.50 mentoring ditutup sebab jam malam di asrama pukul 21.00. Sepanjang jalan pulang aku dan Hasan tak berbicara sepatah katapun meski kami berjalan beriring. Mungkin Hasan merasa bersalah sebab “menjebakku” ikut mentoring. Tapi bukan itu yang kupikirkan. Aku masih terpikirkan bacaan quranku yang sangat buruk. Memikirkan tentang hidupku yang labil selama ini tanpa tujuan. Tanpa arah.
Malam itu Hasan langsung tidur. Sementara aku hanya membalik balikkan tubuhku di Kasur. Ada sesuatu yang mendesak-desak di hatiku. Tapi aku tidak tahu itu. Ada sesuatu yang memanggil. Apakah ini jeritan jiwaku? Entahlah. Aku gelisah malam itu. Apakah ini jalan ninja itu?
Komentar
supreme clothing
golden goose
lebron 17
cheap jordans
curry 5
jordan sneakers
hermes belt
balenciaga shoes
kd 12 shoes
jordan shoes
curry 6 shoes
curry 6 shoes
converse shoes
nike air max 97
air max
michael kors handbags
supreme hoodie
air jordan